• Senin, 22 Desember 2025

Kilas Balik Pernikahan Mubarakah Ponpes Hidayatullah 11 Tahun Lalu; Berawal dari Keresahan Sang Pendiri  

Photo Author
- Rabu, 30 Oktober 2024 | 09:51 WIB
ILMU AGAMA: Ponpes Hidayatullah di Gunung Tembak, Balikpapan. (DOKUMENTASI HIDAYATULLAH)
ILMU AGAMA: Ponpes Hidayatullah di Gunung Tembak, Balikpapan. (DOKUMENTASI HIDAYATULLAH)

Dalam perkembangannya, Hidayatullah menyebar di beberapa daerah. Status mereka cabang. Seperti Ponpes Hidayatullah di Sulawesi, Jakarta, Jawa Timur, hingga Papua. Gunung Tembak ditetapkan sebagai Wilayah Khusus Pusat (WKP) Hidayatullah pada 1998.

Saat ini, santri yang mondok ada 800-an. Jumlah terbanyak adalah santri putri, yang lebih setengahnya, 450 orang. Sisanya santri putra. Awal hadir, Hidayatullah juga belum berbentuk sekolah umum berjenjang. Masih pendidikan diniah (agama).

Kini, semua level pendidikan ada di pesantren ini. Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak, SMP, hingga perguruan tinggi. Namun, yang mondok di asrama hanya siswa SMP dan SMA serta mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah.

Tiap Senin pagi, pada masa-masa awal pesantren berdiri, Ustaz  Abdullah memang biasa mengumpulkan para santri. Momen awal minggu itu dijadikan untuk memberikan pencerahan dan pandangan keagamaan kepada anak didiknya. 

Salah satu yang paling intens disampaikan Ustaz Abdullah pada 1976 itu adalah bagaimana santri-santrinya tetap terjaga dalam pergaulan.

“Saat itu saja (1976), Ustaz Abdullah Said sudah menyimpan kekhawatiran akan santri-santrinya, khususnya dalam hal pernikahan,” kata salah seorang ustaz di Hidayatullah, Abdul Ghofar Hadi, menceritakan masa itu, saat bincang di Kantor Pusat Hidayatullah, 16 Juni 2013.

“Islam itu tak sekadar cerita, tapi juga harus diwujudkan dalam alam nyata. Tak hanya dengan ilmu tapi juga dengan amal,” kalimat ini salah satu yang disampaikan Abdullah Said, kepada santrinya masa itu, seperti diutarakan Ghofur. 

Menurut Pembantu Ketua I STIS Hidayatullah ini, kekhawatiran pendiri pesantren saat itu selalu disampaikan kepada santri tiap ada kesempatan. Saat usai salat ada pertemuan kecil di masjid, atau di sela-sela makan bersama.        

"Pendiri (Abdullah Said) dulu ingin santri-santrinya jangan sampai ikut tergerus kemajuan zaman yang memang sudah melanda Balikpapan. Dulu saja beliau sudah ada rasa khawatir dengan kemajuan zaman,” jelasnya.

Apalagi, masa itu banyak muda-mudi luar kota yang datang sebagai perantau untuk mengadu nasib di perusahaan-perusahaan besar. Perkembangan zaman ini tentu akan membawa pengaruh terhadap kondisi masyarakat.

Abdullah Said ingin agar para santrinya tetap menjaga keislaman, khususnya dalam pernikahan. Dia khawatir santrinya justru menikah dengan orang yang punya pemahaman agama dangkal, apalagi tak seiman.

Dia pun sering memberikan pemahaman untuk menikahkan santrinya dengan cara Islami. Tanpa pacaran! Substansi itulah yang kerap disampaikan kepada santri Abdullah saat Senin pagi, awal membuka hari medio 1976.

Baca Juga: Kilas Balik Pernikahan Mubarakah Ponpes Hidayatullah 11 Tahun Lalu; Jodoh di Tangan Ustaz 

“Kampanye” ini terus diserukan. Saat “sosialisasi” dinilai sudah matang,  Ustaz Abdullah Said mulai menikahkan muridnya yang sama-sama dari Hidayatullah. Satu pasangan, dua pasangan.

Tercatatlah sebagai tonggak awal alias angkatan pertama pernikahan massal ala Hidayatullah yang kesohor sampai sekarang, adalah Ustaz Abdul Qadir Jailani  bersama pasangannya serta Ustaz Sarbini dan pasangannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Faroq Zamzami

Tags

Rekomendasi

Terkini

X