• Minggu, 21 Desember 2025

Rivalitas Samarinda-Balikpapan, Masih Adakah?

Photo Author
- Sabtu, 6 April 2024 | 13:13 WIB
Faroq Zamzami
Faroq Zamzami

Baca Juga: Program Makan Bergizi Gratis, Bisa Menjebol Anggaran Daerah

Dulu, orang Balikpapan menyindir tentang Sungai Karang Mumus yang tak bersih, dan satu ini; angkutan kota di Samarinda tak sekeren di Balikpapan. Atau tentang banyak hal lainnya, yang tentunya pembaca lebih tahu, dan senyum-senyum sendiri kalau ingat soal itu.

Tak perlu lah saya jabarkan detail. Cukup beberapa sebagai romantisme tipis-tipis.

Di Balikpapan masa itu, angkot, terutama yang disopiri kawula muda, dilengkapi dengan speaker besar alias full musik. Hal itu ditunjang karena posisi duduk penumpang yang berbaris seperti di mobil pribadi.

Speaker yang besar diletakkan di balik barisan kursi paling belakang. Angkot jadi tren dan mengecap masa keemasan kala itu. Nyaris sebagian besar anak sekolahan naik angkot. Para sopir angkot pun mengikuti tuntutan pasar.

Makanya banyak angkot yang tampilannya keren, misal diberi bamper depan, dibuat terlihat ceper, dan ada tulisan-tulisan identitas di bagian kaca depan atau belakang yang didesain ciamik.  

Sementara di Samarinda, angkotnya kerap jadi sindiran karena duduknya berhadap-hadapan dan sangat jarang ada dentuman musik. Intinya kurang kerenlah bagi kawula muda masa itu.

Baca Juga: Jaket Resmi MAXi Yamaha, Obat Ganteng Buat Riding Harian dan Touring

Saya dan teman-teman yang saat itu bersekolah di Balikpapan, biasa selalu sedia kaset pita di tas, jadi kalau mau naik angkot ke mana saja, kami memberikan kaset seperti Guns N Roses atau White Lion atau Firehouse, atau yang lainnya, kepada sopir angkot agar disetel.

Asyik mendengarkan lagu kesukaan selama perjalanan dengan angkot di Balikpapan masa itu.

Kalau kami, anak Samarinda, yang kami banggakan kepada anak Balikpapan saat itu, tentu status ibu kota, dan menyindir banyaknya anak Balikpapan yang kuliah di Samarinda, karena pada masa itu, bahkan sampai saya lulus kuliah, belum menjamur universitas di Balikpapan seperti saat ini. 

Tapi kini rivalitas itu seakan sirna tak lagi terasa. Entah bagi kalangan remaja usia sekolah dan kuliah saat ini. 

Jika ditelaah, tak tajamnya rivalitas, dari sisi sepak bola bisa jadi karena sudah ada penandatanganan damai antara suporter Persiba Balikpapan dan Borneo FC di Stadion Parikesit Balikpapan pada Rabu (31/5/2017).
 
 
Saat itu, tiga kelompok supporter menandatangani ikrar damai yakni Pusamania Borneo, Persiba Fans Club (PFC) dan Balikpapan Suporter Fanatik (Balistik).
 
Mereka sama-sama berjanji akan menjaga kondusivitas Kalimantan Timur, tidak ada lagi bentrok antar supporter. Sebelum penandatanganan itu, rivalitas kedua tim sangat panas.
 
Baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan. Rivalitas memang oke saja asal jangan sampai meminta korban. Semua fans sepak bola sepakat, tak ada laga seharga nyawa.

Secara historis sebenarnya tak ada insiden besar yang menjadi pemicu rivalitas antara Persiba dan Pusam. Dari hasil googling, menurut pelaku sejarah dulu persaingan kedua tim dimulai dari gesekan biasa antarpemain di lapangan hijau.
 
Lama-lama melebar gesekan antar suporter. Sampai rivalitas menjadi sangat tajam.

Atau bisa juga rivalitas belakangan ini tak terasa antara kedua klub di dua kota karena bermain di kasta liga yang berbeda. Borneo FC klub kebanggaan warga Samarinda kini bermain di Liga 1. Persiba beberapa tahun terakhir berlaga di Liga 2.
 
Atau bisa jadi juga khusus untuk saya, rivalitas kedua klub semakin tak terasa, karena  saya yang sudah lama tinggal di Balikpapan dan semakin dewasanya lingkungan pergaulan saya.
 
Jadi sudah bukan masanya membahas soal saingan-saingan atau olok-olokan tentang klub kebanggaan, dan lebih luas mengejek hal jelek dari kota tetangga.

Saya tak bisa membayangkan kalau kondisi Borneo FC, klub asal Samarinda, yang saat ini meminjam Stadion Batakan di Balikpapan, terjadi pada masa lalu. Ketika zamannya Pusam dulu.
 
Atau Persisam. Saya tak yakin pihak Balikpapan akan memberi pinjaman karena mempertimbangkan banyak faktor dan tentu yang utama adalah keamanan.
 
Dan saya tak yakin pula, manajemen klub Samarinda masa itu akan berpikir untuk menumpang kandang di Balikpapan.
 
Kalau harus jadi tim musafir, saya yakin mereka mungkin akan pinjam stadion di Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar) yang mana rivalitas antara klub Samarinda dan Kukar tak terlalu tajam masa itu.
 
Atau meminjam stadion milik PKT Bontang yang masa lalu sangat terkenal dengan rumputnya yang terbaik, bahkan sampai level Asia Tenggara. Tapi itu dulu. Kini semua berubah.
 
Tulisan ini pun bukan untuk membuka-buka luka lama atau mengungkit-ungkit sesuatu yang kurang enak.
 
Tulisan ini hanya romantisme rivalitas kedua kota, dari seorang jurnalis yang lahir di Samarinda, bersekolah SD di Samarinda, meluluskan SMP di Balikpapan, sekolah hingga kelas dua SMA di Balikpapan, kemudian kembali ke Samarinda untuk melanjutkan SMA dan berkuliah.
 
Kemudian kembali lagi ke Balikpapan untuk bekerja hingga saat ini. Romantisme yang muncul ketika melihat foto dan video singkat betapa akrabnya warga Balikpapan dan Samarinda di Stadion Batakan ketika Borneo FC berlaga di sana musim ini.
 
Bahkan sejumlah pembuat konten asal Balikpapan yang saya lihat di Instagram tak sungkan mengenakan jersey Borneo FC.
 
Berkolaborasi membuat konten dengan warga Samarinda. Ini tentu pemandangan yang indah dari saudara yang tinggal bertetangga, walaupun dulu sering saling ejek.

Dan secara umum, saat ini Balikpapan dan Samarinda terus berlomba untuk menjadi semakin maju dan semakin baik. Saling bersaing menjadi yang terdepan.
 
Di semua sendi kehidupan. Persaingan yang positif begini tentu akan menguntungkan kita warganya yang tinggal di dua kota ini.
 
Kita akan menikmati pembangunan yang semakin maju dan fasilitas publik yang semakin baik.

Banyak proyek pembangunan di kedua kota. Sejak lama, tepatnya pada 2008, ketika Kaltim menjadi tuan rumah PON, Samarinda jadi punya tiga stadion sepak bola. Yakni, Stadion Madya Sempaja dan Stadion Utama Palaran.
 
Satu lagi tentu stadion yang sudah lama eksis, Stadion Segiri. Balikpapan juga kebagian pembangunan stadion tenis. Dan belakangan, Balikpapan juga punya Stadion Batakan, di timur kota, yang berstandar klub Liga Inggris.
 
Yang kalau dari siaran di televisi, kala menonton laga di Stadion Batakan, seperti menonton liga-liga di Eropa.
 
Apalagi sekarang, ketika Sepaku di Penajam Paser Utara (PPU) sana menjadi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Balikpapan, Kukar, dan Samarinda yang bakal kena imbas paling dekat dari pembangunan itu.
 
Menjadi kota penyangga tentu berdampak sangat positif bagi pembangunan daerah. Sekarang saja, saat Sepaku sedang dibangun, kita di Balikpapan sangat merasakan dampaknya.
 
Orang semakin banyak. Bisnis semakin menggeliat. Properti bertumbuhan.
 
Pengusaha properti di Balikpapan atau Samarinda berjualan dengan embel-embel dekat dari ibu kota. Dan tentu dampak positif pembangunan lainnya. Walaupun khusus di Balikpapan kita juga tak bisa mengesampingkan proyek kilang Pertamina yang sudah menyedot banyak manusia datang ke Kota Minyak. (far)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Faroq Zamzami

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kalah 2 Kali Beruntun, Pelatih Borneo FC Evaluasi

Senin, 8 Desember 2025 | 06:33 WIB
X