kalimantan-barat

Empat Wilayah di Kalbar Masuk Prioritas Transmigrasi Nasional, Muncul Penolakan dari Warga Lokal

Rabu, 16 Juli 2025 | 14:15 WIB
Ilustrasi peta Kalbar.

PONTIANAK - Empat wilayah di Kalimantan Barat (Kalbar) masuk dalam daftar prioritas nasional Kementerian Transmigrasi untuk program pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi dalam Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2025–2029. Namun, rencana ini mendapat penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalbar Hermanus, menjelaskan bahwa secara nasional terdapat 153 kawasan transmigrasi yang masuk dalam rencana pembangunan 2025–2029. “Dengan rincian 45 kawasan masuk dalam prioritas nasional 108 masuk dalam prioritas Kementerian Transmigrasi untuk kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Pengembangan Ekonomi serta Pemberdayaan Masyarakat Transmigrasi,” ungkapnya dalam keterangan tertulis.

Dari 45 Kawasan yang menjadi prioritas nasional tersebut, lanjutnya, terdapat empat kawasan di Kalbar, yakni kawasan Rasau Jaya (Kubu Raya), Kawasan Gerbang mas Perkasa (Sambas), Kawasan Sekayam Entikong (Sanggau), dan Kawasan Ketungau Hulu (Sintang).

Terkait adanya penolakan program transmigrasi, Hermanus menjelaskan program penempatan transmigrasi tidak harus mendatangkan dari luar Kalimantan Barat, namun tetap memperhatikan penempatan transmigrasi lokal. Salah satu contoh penempatan transmigrasi lokal dari 2016-2018 di Sungai Beruang di Kawasan Sekayam Entikong Kabupaten Sanggau sebanyak 96 KK. Selain itu ada pula penempatan transmigrasi di Sebetung Paluk di kawasan Ketungau Hulu Kabupaten Sintang sebanyak 125 KK dan Nanga Bayan 25 KK.

Ada pula Desa Sebubus yang direncanakan transmigrasi pugar ke Kawasan Gerbang Mas Perkasa Kabupaten Sambas), serta transmigrasi Desa Kuala Karang dan Desa Sungai Nibung rencana transmigrasi lokal akibat relokasi abrasi air laut ke kawasan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya.

“Program revitalisasi di beberapa kawasan transmigrasi terutama perbaikan infrastruktur jalan poros, jalan lingkungan, fasilitas sekolahan, fasilitas kesehatan, listrik, air bersih, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat di kawasan transmigrasi,” tuturnya.

Ia menambahkan pemerintah provinsi tentunya akan berkoordinasi dengan Pemerintah kabupaten untuk melaksanakan advokasi musyawarah sehubungan dengan rencana program transmigrasi ke depan. “Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait masukan dan harapan ke depan yang diinginkan dalam pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi,” katanya.

Sebelumnya, sejumlah kelompok masyarakat, salah satunya datang dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Sambas menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pelaksanaan program transmigrasi di wilayah Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Sambas.

“Program ini berpotensi menimbulkan ketimpangan sosial karena para transmigran difasilitasi secara khusus, sementara masyarakat lokal justru bisa kehilangan akses terhadap sumber daya yang selama ini mereka kelola,” ujar Sekretaris Jenderal PMKRI Cabang Sambas Adrianus Gogo, dalam keterangannya kepada media.

Gogo menyebut bahwa masyarakat Kabupaten Sambas memiliki kapasitas dan sumber daya manusia yang cukup untuk membangun dan mengembangkan daerahnya tanpa perlu masuknya transmigran dalam jumlah besar. Menurutnya, kehadiran transmigran dengan fasilitas seperti lahan, rumah, dan pekerjaan dari pemerintah justru berpotensi mempersempit peluang ekonomi bagi warga lokal.

PMKRI juga menyoroti potensi munculnya kecemburuan sosial dan konflik horizontal antarwarga, terutama jika terjadi ketimpangan akses terhadap fasilitas dan lapangan kerja antara penduduk lokal dan pendatang. “Kami khawatir rencana ini akan menimbulkan gesekan sosial. Ketimpangan perlakuan bisa menjadi pemicu konflik yang seharusnya bisa dihindari,” tegasnya. (*)

 

Terkini