PONTIANAK - Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Syarif Amin Muhammad Assegaf, menyuarakan kekecewaannya terkait penolakan salah satu perusahaan di Kalbar menerima kunjungan kerja (on the spot) Komisi III di Kabupaten Ketapang. Kunjungan yang bertujuan menggali informasi soal kepatuhan pajak dan dampak operasional perusahaan bagi daerah, justru ditolak dengan alasan "waktu mepet” dan “perlu izin pusat”.
“Ini bukan kunjungan biasa. Ini tugas konstitusional kami sebagai wakil rakyat untuk melakukan pengawasan. Dan itu melekat dalam diri kami sebagai anggota Komisi III DPRD Kalbar,” tegas Amin sapaan karibnya, Selasa (16/9) di ruang Komisi III DPRD Kalbar.
Rencana kunjungan ini, lanjutnya, sudah disusun matang dalam agenda Badan Musyawarah (BANMUS) DPRD Kalbar. Tim Komisi III terbagi dua, yakni satu tim menuju Kabupaten Sintang untuk meninjau UPT Badan Pendapatan Daerah. Sementara tim lainnya dipimpin langsung Syarif Amin menuju kantor UPT juga untuk meninjau perusahaan pertambangan di Ketapang, Kalimantan Barat.
“Kunjungan kami hanya ingin tahu dan menggali informasi misalnya berapa jumlah alat beratnya, kendaraan operasional apa pakai nopol kalbar ? Pajak air permukaan bagaimana? Berapa tenaga kerja lokal yang diserap? Ini semua terkait langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalbar. Tapi kami ditolak mentah-mentah,” ungkapnya dengan nada geram.
Politisi NasDem Kalbar ini menyebutkan bahwa alasan perusahaan menolak karena klise, dinilainya sebagai dalih tidak masuk akal saja. “Kalau memang mekanismenya begitu kaku, lebih baik tak berinvestasi di Kalbar. Investasi di luar saja. Jangan main-main dengan daerah kami,” tegasnya.
Ia menegaskan, Komisi III bukan datang untuk meminta-minta atau mengganggu operasional perusahaan. “Ini murni pengawasan. Kami tidak minta dana, tidak minta proyek. Hanya ingin tahu kontribusi mereka ke daerah. Tapi ditolak. Itu apa yang namanya ?” ujarnya tegas.
Amin juga menyayangkan tidak adanya komunikasi proaktif dari pihak perusahaan. “Seharusnya beberapa minggu sebelumnya sudah ada surat-menyurat. Ini tiba-tiba bilang ‘waktu mepet’. Padahal kami sudah koordinasi lewat jalur resmi," ucapnya kembali.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa meskipun salah satu perusahaan di Kalbar tersebut, merupakan proyek strategis nasional, bukan berarti kebal dari pengawasan daerah. “Investor boleh dapat izin dari pusat, tapi operasionalnya di tanah Kalbar. Mereka wajib hormati masyarakat, budaya lokal, dan lembaga daerah di Kalbar," tandasnya.
Ia juga mengungkap kekhawatiran lebih luas, jika soal pajak ke daerah terkesan ditutupi, bagaimana dengan isu lain seperti limbah, tenaga kerja, atau kendaraan operasional yang marak di lokasi proyek? “Kesan tertutup ini mencurigakan. Masyarakat bisa salah paham. Nanti kami yang dibilang tidak bekerja, padahal kami berusaha maksimal dorong peningkatan PAD,” imbuhnya.
Syarif Amin menutup wawancara dengan himbauan tegas. “Siapapun investor di Kalbar, hormatilah daerah ini. Buka diri. Transparan. Jangan anggap wakil rakyat seperti tamu tak penting. Kami punya kewajiban konstitusional untuk mengawasi demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi kami," pungkas Amin.(den)