BANJARBARU - Karena lokalisasi dianggap sudah ditutup, kesehatan pekerja sekskomersil (PSK) di Pembatuan kini tak terpantau. Sebab, Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Banjarbaru tak lagi melakukan pemeriksaan.
Padahal, saat terakhir melakukan pemeriksaan pada 2023 silam, mereka menemukan satu wanita positif mengidap sifilis. "Saat masih lokalisasi, kita bisa masuk melakukan tes, kampanye kondom, bahkan rutin tiga bulan sekali. Tapi setelah ditutup, kita tidak tahu lagi harus ke mana," ungkap Sekretaris KPA Banjarbaru, Edi Sampana.
Ia menyebut, sebelum Pembatuan ditutup sebagai lokalisasi. Mereka bisa memeriksa sekitar 250 PSK. Namun kini banyak PSK tak mau diperiksa. "Kami pernah ke sana, mereka jawab, 'Untuk apa lagi ke sini? Sudah bubar kok.' Secara hukum (de jure) memang ditutup, tapi secara praktik (de facto) masih ada. Masalahnya, kita tidak bisa lagi menjangkau mereka," ucapnya.
"Terakhir melakukan tes itu sekitar dua tahun lalu, dengan salah satu faktornya yakni keterbatasan anggaran," tambahnya. Dengan tak diperiksanya kesehatan PSK, maka mereka dikhawatirkan bisa menyebarkan penyakit menular seksual. Terkait hal itu, Edi berpendapat penyakit atau bahkan HIV/AIDS justru banyak ditularkan oleh lelaki yang tidak setia dengan pasangannya.
"Yang menyebarkan penyakit itu bukan WTS (Wanita Tuna Susila), tapi lelaki yang tidak setia. Mereka yang berpindah-pindah pasangan dan tidak memakai kondom," tegas Edi.
Ia menjelaskan, WTS justru lebih pasif dan biasanya hanya menunggu. Lelaki yang mendatangi beberapa WTS, kemudian tertular dari satu yang positif, justru menjadi rantai penular utama.
"Karena mereka bisa menularkan kembali ke WTS lain bahkan ke istrinya sendiri di rumah. Buktinya, ibu rumah tangga yang tertular HIV jumlahnya lebih banyak dibanding WTS," bebernya. (*)