MARTAPURA – Tabir penyebab keracunan massal yang menimpa ratusan siswa penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, mulai terkuak. Hasil lanjutan investigasi laboratorium oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Banjar menemukan adanya cemaran bakteri berbahaya dan kandungan nitrit tinggi pada sampel makanan dan air di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Tungkaran, sumber distribusi makanan untuk 12 sekolah di Martapura.
Plt Kepala Dinkes Banjar, Noripansyah, mengungkapkan pada Selasa (14/10) sore, bahwa hasil uji mikrobiologi menunjukkan kadar bakteri pada sampel air dan makanan jauh melampaui ambang batas aman.
"Secara mikrobiologi, air yang kami periksa mengandung Escherichia coli (E.coli). Sedangkan dari sampel makanan ditemukan jumlah mikroba yang melebihi standar diperbolehkan," ujar Noripansyah.
Air Terkontaminasi Berat dan Makanan Berbakteri Tinggi
Kontaminasi air ditemukan sangat parah. Ambil batas ideal E.coli dalam air seharusnya nol per 100 mililiter, namun hasil pemeriksaan menunjukkan angka 265. “Kalau hasilnya mencapai 265, artinya air itu sudah tidak layak digunakan dalam pengolahan makanan,” jelasnya.
Selain itu, uji mikrobiologi terhadap menu MBG yang dikonsumsi siswa—nasi kuning, ayam suwir, orek tempe, oseng sayur, dan potongan melon—menunjukkan pertumbuhan bakteri di luar batas aman. Batas aman mikroba adalah di bawah 1,1, tetapi nasi kuning mencapai 1,9 dan melon 1,6.
"Artinya, ada aktivitas kuman yang cukup tinggi pada makanan tersebut,” terang Noripansyah.
Dinkes sebelumnya juga mendeteksi kandungan nitrit pada nasi kuning dan sayur. Meskipun nitrit pada nasi kuning masih rendah (0,1), kadarnya pada sayur mencapai angka 10, yang dikategorikan berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah besar, terutama oleh anak-anak.
Noripansyah menegaskan, kombinasi antara kontaminasi bakteri dan kandungan nitrit tinggi inilah yang berpotensi kuat menjadi penyebab utama munculnya gejala mual, muntah, sakit perut, dan diare yang dialami para siswa.
Dugaan sementara, sumber kontaminasi berasal dari kualitas air yang buruk—kemungkinan titik sumber air dekat resapan—atau proses pengolahan makanan yang tidak higienis, termasuk faktor kebersihan penjamah makanan. (*)