kalimantan-selatan

Caleg Ditawari 1 Suara Seharga Rp 100 Ribu

Rabu, 9 Januari 2019 | 13:20 WIB

Aspek keamanan pemilu menjadi perbincangan yang hangat dalam beberapa waktu terakhir. Banyak yang meragukan proses pemilihan bisa jauh dari kecurangan. Apakah pemilu bisa dicurangi? Radar Banjarmasin mencoba menguji alur pencoblosan dan penghitungan suara dan mencari celah di mana kecurangan bisa dieksploitasi oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab.

Seorang Caleg di wilayah pemilihan Kabupaten Banjar dihubungi oleh nomor tak dikenal beberapa waktu lalu. Kepada si caleg, lelaki yang berada di ujung sambungan itu, mengatakan dia bisa memenangkan sang Caleg yang akan berlaga.

"Bagaimana caranya?" ucap si Caleg penasaran.

"Memanfaatkan kertas suara yang tak terpakai," ucapnya. Dia kemudian menjlentrehkan modus yang akan dipakai yaitu mencoblos kertas suara yang memang biasanya selalu bersisa di TPS.

Kisah serupa juga terjadi di Banjarmasin. Seorang caleg lainnya bahkan mengaku didatangi oleh seseorang yang mengaku bisa menguruskan kemenangan untuk sang caleg.

Modusnya sama. Sebagai orang yang mengaku "orang dalam", lelaki itu kemudian mengatakan alasannya, "Tidak semua orang datang ke TPS,"ucapnya berusaha meyakinkan. "Biasanya yang datang cuma separuhnya."

Seperti yang sudah diduga, dia meminta bayaran jika memang tawarannya "deal". Satu kali coblosan di surat suara dihargainya Rp 100.000. Itu belum termasuk anggota yang harus dibayar karena mencobloskan surat suara.

Total semuanya, dia meminta angka yang fantastis untuk bisa menang pencalonan legislatif: Rp 500 juta.

Benarkah surat suara bisa dimanipulasi?

Dari wawancara Radar Banjarmasin dengan penyelenggara yang mengetahui seluk-beluk ini, proses pemilihan umum memang masih banyak kekurangan di tingkat penyelenggara.

Kecurangan memang bisa terjadi. Meski pengawasan melekat dalam setiap alurnya dengan penempatan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Pantian Pemungutan Suara (KPPS), tetapi selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan oknum tidak bertanggungjawab, khususnya ketika oknum tersebut adalah penyelenggara.

Salah seorang mantan anggota PPS di salah satu kelurahan Banjarmasin mengaku, pada saat pemilu tahun 2014 lalu dirinya sempat diiming-imingi oleh salah satu calon legislatif untuk menambah perolehan suara melalui surat suara yang tak terpakai.

Kala itu, dia dijanjikan uang jutaan rupiah hanya untuk menambah suara dari calon legislatif tersebut dari surat suara sisa atau yang tak terpakai.

“Ada yang mendatangi saya hingga ke rumah. Tapi saya tak berani, karena formulir C1 dipegang semua saksi. Pasti akan ribut jika tak sinkron ketika dilakukan rekapitulasi di tingkat kecamatan,” akunya yang tahun ini tak lagi menjadi petugas pemilu.

Dia tak memungkiri, hal-hal seperti ini terjadi di kelurahan dan desa di Kalsel, apalagi yang berada di daerah pelosok. Belum lagi ada yang tergiur dengan iming-iming uang yang tak sedikit. “Saya saja ketika itu dijanjikan 1 suara Rp500 ribu,” ungkapnya yang mewanti-wanti namanya untuk tak dikorankan.

Halaman:

Tags

Terkini

Kabupaten Banjar Sumbang Kasus HIV Tertinggi di Kalsel

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:10 WIB