Universitas Lambung Mangkurat (ULM) jangan playing victim. Kampus tertua dan terbesar di Kalimantan Selatan itu wajib berbenah. Tanpa mengakui kesalahan dan upaya untuk berubah, gelar guru besar akan kehilangan muruah.
BANJARMASIN - Kopi, kentang goreng, dan roti keju di atas meja nyaris tak tersentuh selama wawancara hampir dua jam tersebut.
Radar Banjarmasin bertemu dengan whistleblower itu di sebuah kafe di kawasan Banjarmasin Utara, medio September 2024. "Anda tahu risikonya?" tanya penulis. "Ya, saya tahu. Maka tolong lindungi identitas saya," jawab sang whistleblower skandal guru besar ULM
Lewat dialog di atas, Redaksi ingin menekankan kepada pembaca, sumber anonim yang dipakai Radar Banjarmasin selama "investigasi tipis-tipis" ini bukan tangan kedua atau ketiga. Kami tidak menulis berdasarkan "surat kaleng".
Baca Juga: Terkait Skandal Guru Besar ULM, Rektor Cuma Bisa Ambil Hikmahnya
Walaupun tak semua diungkap di halaman koran Radar Banjarmasin atau website ini. Karena beberapa bagian wawancara disimpan untuk menghormati hak off the record narasumber.
Sang Whistleblower yang kami wawancarai ini adalah satu dari sebelas guru besar Fakultas Hukum ULM yang dicopot pasca geger, beberapa waktu lalu. "Pencopotan adalah istilah orang awam. Lebih tepatnya pembatalan SK gelar guru besar," ujarnya.
Patut ditekankan, whistleblower yang menemui Radar Banjarmasin berbeda dengan yang mengadu ke kementerian atau Tempo. "Sebab selama ini saya diam. Kemarin saya memang sengaja tidak menggunakan hak jawab," tegasnya. Penting untuk memahami bahwa pelanggaran administrasi percepatan promosi guru besar dan praktik mafia jurnal itu sebagai ekses.
Tanpa bermaksud membela oknum-oknum tersebut, ULM terjebak dalam masalah sistemik. Menurut dia, kalau sistemnya tidak dirombak, ULM akan terjebak dalam lingkaran setan. Di masa depan, nama korban dan nama pelaku boleh berbeda, tapi kasusnya bakal tetap sama.
Pertama, kampus dituntut mengejar akreditasi dan gengsi status BLU (Badan Layanan Umum) dan BH (Badan Hukum). Salah satu syaratnya adalah dengan menambah stok guru besar. "Privatisasi pendidikan ini harus disetop," tegasnya.
Kedua, setelah dikukuhkan menjadi guru besar, mereka tetap diwajibkan rutin menulis di jurnal bereputasi internasional. Minimal sekali dalam tiga tahun jika tak ingin tunjangan guru besarnya dicabut.
"Ini menciptakan pangsa pasar buat mafia jurnal. Hukum permintaan dan penawaran berlaku," ujarnya. Para guru besar, terutama yang berumur tua, sudah kepayahan dengan tugas mengajar, meneliti, dan urusan administrasi. Situasi ini membuat mereka menjadi mangsa empuk mafia jurnal.
Jadi apa solusinya untuk keluar dari lingkaran setan ini? Menurutnya, pertama, biarlah status PTN BLU itu dicabut. ULM kembali menjadi PTN Satuan Kerja Kementerian (Satker). "Jadi ULM kembali berada di bawah binaan Kemendikbud," ujarnya.