Membentur Wilayah Tambang dan Kebun Sawit, Diperkirakan Membutuhkan RAB Sangat Besar
BANJARMASIN — Wacana pembangunan proyek jalur kereta api yang akan menghubungkan lima provinsi di Pulau Kalimantan dinilai perlu dikaji lebih mendalam. Para pakar teknik sipil dan lingkungan memperingatkan bahwa kompleksitas geografis, khususnya di Kalimantan Selatan (Kalsel), membutuhkan penyesuaian teknis dan biaya yang tidak sedikit.
Pakar Teknik Sipil Universitas Islam Kalimantan (Uniska) MAB, Fitria Handayani, memperkirakan proyek ini akan berbenturan dengan sejumlah tantangan, termasuk wilayah pertambangan, hutan, dan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, proses konstruksi akan memakan waktu lama karena rumitnya trase jalur dan sulitnya pembebasan lahan.
Tantangan Tanah Lunak Kalsel
Fitria menyoroti kondisi geoteknik Kalsel yang didominasi oleh tanah berkontur rawa, gambut, dan lunak.
“Inilah tantangan rel kereta api jalur Tanjung - Paringin - Barabai - Rantau - Martapura - Banjarmasin dan Banjarmasin - Palangkaraya umumnya memiliki daya dukung tanah rendah,” jelasnya, Selasa (11/11/2025).
Kondisi tanah lunak ini dikhawatirkan rentan mengalami penurunan, kembang susut, serta berisiko tergenang banjir karena daya serap air hujan yang rendah. Berdasarkan analisis ini, ia memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan rancangan rel di Kalsel akan sangat besar.
Baca Juga: Rencana Ada Kereta Api di Samarinda, Butuh Rp 2,3 Triliun, Target Operasional 2031
Total panjang rel kereta api yang direncanakan di seluruh Kalimantan mencapai 2.428 kilometer, termasuk segmen Tanjung - Banjarmasin (216,3 km) dan Banjarmasin - Palangkaraya (192 km).
Optimisme dan Kebutuhan Tenaga Ahli Lokal
Senada dengan Fitria, Praktisi Teknik Sipil Feri Bahtiar mengakui kontur tanah lunak di Kalsel, namun tetap optimistis. Menurutnya, rekayasa geoteknik di Indonesia, khususnya Kalsel, sudah mumpuni dalam mengatasi tanah lunak.
Namun, ia menggarisbawahi pentingnya keterlibatan tenaga ahli lokal. "Ini harus ditangani oleh tenaga ahli yang sangat paham. Misalnya tenaga ahli lokal, karena kondisi geologi dan geografis di sini sangat berbeda dibanding Pulau Jawa," tegasnya.
Dari sisi lingkungan, Pengamat lingkungan Rina Ayu Agustina mengingatkan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah aspek krusial. Proyek baru ini diperkirakan akan melibatkan banyak pihak, mulai dari masyarakat, perusahaan swasta, hingga pemerintah, terutama karena rel akan melintasi area perkebunan hingga hutan adat.