Kaisar Akihito genap 30 tahun memimpin Kekaisaran Jepang besok (7/1). Itu bakal menjadi peringatan naik takhta terakhir tokoh 85 tahun tersebut. Dalam hitungan bulan, kepemimpinannya akan berakhir. Demikian juga era Heisei yang tercipta sejak penobatannya sebagai kaisar pada 7 Januari 1989.
AKHIR tahun menjadi momen istimewa bagi Akihito. Pada 23 Desember, dia merayakan hari ulang tahunnya. Seluruh Jepang bergembira di hari ulang tahun sang kaisar. Keriaan itu berlanjut sampai awal tahun. Pada 1 Januari, kaisar selalu menyampaikan pidato pergantian tahun. Selanjutnya, pada 7 Januari, Akihito memperingati peristiwa penting dalam hidupnya. Yakni, penobatannya sebagai kaisar.
Namun, kali ini tiga momen penting tersebut berlalu dalam balutan keharuan. Sebab, itu menjadi pesta terakhir publik Jepang dengan sang kaisar. Suami Michiko Shoda tersebut bukan di ambang ajal. Melainkan, kepemimpinannya akan berakhir tahun ini. Atas keinginan sendiri, Akihito bakal turun takhta akhir April mendatang.
”Terima kasih.” Kata itu terucap dengan lantang dari bibir orang-orang yang berkerumun di depan istana kekaisaran pada Selasa (1/1). Pandangan mereka tertuju ke balkon istana. Tangan mereka melambai-lambaikan bendera Jepang ke arah yang sama. Di balkon istana, di balik jendela, Akihito dan keluarga intinya berdiri. Mereka juga melambaikan tangan ke arah massa.
Channel News Asia melaporkan, saat itu ada sekitar 154 ribu orang yang memadati area istana. Mereka datang dari seluruh penjuru Negeri Sakura untuk mendengarkan pidato tahun baru terakhir Akihito. Jumlah tersebut memecahkan rekor kerumunan massa yang mendengarkan pidato tahun baru Akihito sejak dirinya menjadi kaisar sekitar tiga dekade lalu.
Selasa lalu Akihito muncul tujuh kali di hadapan publik. Padahal, resminya, dia hanya boleh menyapa publik dari balkon lima kali. ”Saya berdoa untuk kedamaian dan kebahagiaan seluruh penduduk Jepang dan masyarakat dunia,” ujarnya lirih.
Akihito menjadi penguasa Singgasana Krisantemum –julukan kursi kekaisaran– saat berusia 55 tahun. Dia menggantikan sang ayah, Kaisar Hirohito, yang meninggal dunia gara-gara kanker tukak lambung. Saat itu pelayan agung Kekaisaran Jepang Shoichi Fujimori menyebut Heisei sebagai nama era baru pengganti Showa. Heisei berarti mewujudkan perdamaian.
Bagi masyarakat Jepang, nama itu punya makna yang dalam. Ada harapan dalam nama tersebut. Heisei diharapkan membalikkan keadaan Jepang yang pada era Showa sering berperang. Di bawah kendali Kaisar Hirohito, Jepang mengalami Perang Dunia (PD) II. Termasuk, bom Hiroshima dan Nagasaki. Akihito di era Heisei diharapkan bisa mencegah Jepang agar tak kembali ke masa kelam itu.
”Saya bahagia era Heisei berlalu tanpa peperangan,” kata Akihito dalam pidato ulang tahunnya Desember lalu. Dia lantas meminta masyarakat Jepang tidak pernah melupakan sejarah kelam tersebut. Ada begitu banyak nyawa yang melayang di masa perang. Perjuangan untuk memulihkan Jepang setelah perang berakhir juga tidak mudah. Karena itu, dia berharap perdamaian yang tercipta berlangsung selamanya.
Akihito berhasil mengakhiri kepemimpinannya tanpa banyak gejolak. Namun, banyak insiden yang membuat Jepang tersentak. Itu membuat Heisei juga dikenal sebagai era lost generation alias generasi yang hilang.
”Hadirnya sekte Aum Shinrikyo, pembunuh Tsutomu Miyazaki, Nevada Tan, dan Tomohiro Kato menyadarkan Jepang bahwa ancaman tidak hanya datang dari luar, tapi juga dari dalam,” ujar Sarah Hightower, peneliti tentang Jepang, kepada Sputnik.
Di akhir eranya, Akihito juga mewariskan banyak masalah kepada sang Putra Mahkota Naruhito. Mulai menurunnya populasi bangsa Jepang, tingginya tingkat stres yang disertai tingginya angka bunuh diri, hingga beberapa masalah sosial lain. ”Sampai sekarang, Jepang masih menjadi bangsa patriarkal (didominasi pria, Red). Namun, siapa yang tahu masa depan negara ini,” kata Hightower.
Apa pun itu, pemerintah berharap suksesi takhta bisa menghadirkan tren positif bagi Jepang. ”Jepang akan menunjukkan kecepatan dan fleksibilitas yang seperti babi liar,” papar Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe optimistis. (bil/c11/hep)