SAMARINDA-Kematian di lubang bekas tambang di Kaltim seakan menjadi cerita bersambung. Terbaru, Natasya Aprilia Dewi (10) warga Kelurahan Simpang Pasir, Palaran, Samarinda. Dia menjadi korban ke-34 keganasan kolam maut.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim Baharuddin Demmu menilai, ada kelalaian dari pemerintah terkait persoalan lubang tambang di Benua Etam. Sejak Isran Noor dan Hadi Mulyadi menjabat gubernur dan wakil gubernur Kaltim, nyaris belum ada tindakan nyata yang diambil keduanya mengatasi lubang bekas tambang.
“Dalam setahun terakhir, sudah ada beberapa anak meninggal di lubang bekas tambang. Pemprov Kaltim belum memiliki tindakan nyata. Yang jadi polemik malah hanya statement saja,” ujar dia.
Inilah kolam bekas tambang yang menjadi lokasi tenggelamnya korban Natasya Aprilia (10) (dwirestu/prokal)
Semestinya ada tindakan nyata dari Pemprov Kaltim kepada semua pemilik izin usaha pertambangan (IUP). Misalnya menjatuhkan sanksi bagi para pemilik IUP yang dinilai melanggar. Terutama bagi pemilik tambang yang tidak menjalankan reklamasi. “Kewenangan itu ‘kan ada. Jalankan sesuai kewenangannya. Jangan takut. Kalau gubernur tidak menjalankan tugas itu, artinya gubernur tidak menjalankan amanat rakyat,” tegasnya.
Sebagai wakil rakyat, politikus PAN itu ikut menyoroti ketiadaan sikap tegas dari lembaga tempat dia bernaung. Terutama dari mereka yang duduk di unsur pimpinan dewan. Menurut dia, semestinya DPRD Kaltim hadir untuk wakil rakyatnya.
“Walau saya sebagai anggota dewan, tetapi posisi saya tidak pada unsur pimpinan. Saya mengimbau kepada pimpinan DPRD jangan diam. Jangan tidak bersikap. Persoalan anak yang sudah jadi korban tenggelam di kolam tambang harus disikapi serius,” serunya.
Prosesi pemakaman Natasya (dwirestu/prokal)
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kaltim Syafruddin menyebut, mengatasi persoalan tambang, memang perlu membentuk panitia khusus (pansus). Tim itu yang akan merumuskan tindakan apa yang perlu diambil terkait banyaknya korban yang tenggelam di lubang bekas tambang.
Meski demikian, keberadaan pansus lubang tambang memang belum begitu mendapat respons dari pimpinan dewan atau partai politik yang memiliki fraksi di Karang Paci --sebutan DPRD Kaltim di Samarinda.
Kata dia, bicara lubang tambang adalah bicara warisan persoalan dari pemerintah kabupaten/kota. Terutama dengan adanya perubahan kewenangan pemerintah kabupaten/kota ke provinsi. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Para unsur pimpinan DPRD maupun pemerintah provinsi belum punya keyakinan mengurai persoalan lubang tambang. Sampai saat ini saja kami tidak ada yang tahu ke mana dana jamrek (jaminan reklamasi). Apakah ada di provinsi atau kabupaten/kota?” ungkap ketua DPW PKB Kaltim itu.
Walau tidak ingin dianggap melempar persoalan, pria yang akrab disapa Udin itu berujar, semestinya pemerintah bisa mengambil langkah inisiatif. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim sebagai instansi terkait harusnya proaktif.