Banjir sudah melanda Samarinda. Tambang batu bara disebut jadi salah satu biang. Tapi faktanya, satu persoalan ini belum bisa diatasi pemerintah daerah. Tambang dekat permukiman pun tumbuh subur.
SAMARINDA-Praktik tambang berkedok pematangan lahan semakin menjadi. Di jantung kota, tepatnya di Jalan Banggeris, Gang 9, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda. Namun sebagian daerah masuk Kecamatan Samarinda Ulu. Tak mengantongi izin sama sekali, batu bara dikeruk dan sebagian sudah terjual.
Namun, nyatanya penambangan di Jalan Banggeris itu bukan satu-satunya tambang yang dekat permukiman di Samarinda. Kemarin (21/6), berbekal laporan warga, Kaltim Post menelusuri adanya tambang lain yang dekat dengan permukiman.
Dari pantauan media ini di Jalan Sultan Sulaiman, Pelita 3, RT 12, Kelurahan Sambutan, Kecamatan Sambutan, penambangan batu bara itu terlihat. Jaraknya pun sangat dekat dengan fasilitas umum. Kurang dari 10 meter.
Padahal dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen-LH) Nomor 04 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara mensyaratkan, tambang minimal berjarak 500 meter dari fasilitas umum.
Tambang di Jalan Sultan Sulaiman itu diketahui sudah beroperasi sejak Maret 2019. Sempat tak beroperasi, saat jelang Idulfitri, kegiatannya kembali berlangsung hingga sekarang. “Pematangan lahan itu dijadikan modus,” ujar seorang warga yang namanya tak ingin disebutkan.
Warga tersebut tak mengenali nama oknum aparat yang memerintahkan penambangan liar itu. Tapi warga yakin ada keterlibatan orang penting di belakangnya. “Banyak yang sudah tahu. Enggak tahu bertugas sebagai koordinator atau semacamnya kurang paham,” tambahnya. Tak main-main, operasinya siang-malam. “Pengangkutan batu baranya juga terkadang dilakukan siang dan malam, enggak jauh dari Perumahan Arisco,” jelasnya.
Hingga kemarin sekitar pukul 16.00 Wita, di lokasi terdapat satu ekskavator Komatsu PC 200. Tidak sedang beroperasi. Namun, ada beberapa orang yang menunggu alat itu. Informasi yang diperoleh harian ini, alat berat yang digunakan untuk mengeruk emas hitam itu sudah berpindah lokasi. Terlihat kedalaman lubang tersebut sekitar 10 meter.
OKNUM TNI
Pria berinisial SL, yang disebut-sebut sebagai anggota TNI, dan mengomandoi aktivitas pertambangan di Jalan Banggeris, dibantah keras Kapenrem 091/ ASN Kapten Arh Azrul Azis. “Saya mengklarifikasi mengenai pemberitaan penambangan ilegal batu bara di Jalan Banggeris, tidak ada anggota TNI terlibat,” tegasnya. Azrul meminta meneruskan statement resmi ke rekan-rekan wartawan. Sehingga tidak berkembang pemberitaan miring.
Namun, temuan baru harian ini terkait aktivitas tambang liar di kawasan Pelita 3, juga menyebut nama SL. “Ok, saya cek dulu,” ungkapnya. Azrul berharap, tak ada pemberitaan yang kurang enak ke instansi TNI.
Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang menanggapi penjelasan Gubernur Kaltim Isran Noor, menyebut aktivitas tambang yang biasa. “Itu tidak layak dikeluarkan oleh seorang pemimpin,” ujarnya. Menurutnya, pernyataan buruk itu seperti sudah jadi kebiasaan. Seperti omong kosong. “Kaltim berdaulat itu tidak pernah terjadi, faktanya mafia tambang merajalela,” tambahnya.
Bukan untuk menghasut masyarakat terkait pemilihan gubernur periode selanjutnya. “Dia tidak bisa memberikan rasa aman dengan lingkungan dan warganya,” jelas Rupang.
Ditegaskannya pula, pelanggaran perihal menambang tanpa izin tertuang di Undang-Undang (UU) No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Pasal 158. Dalam qanun itu, menyebut setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin bisa dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.