• Senin, 22 Desember 2025

Puluhan Anak Balikpapan Terancam Putus Sekolah

Photo Author
- Selasa, 16 Juli 2019 | 08:58 WIB

Di antara keceriaan hari pertama masuk sekolah, kemarin (15/7), puluhan anak di Balikpapan Utara terpaksa berdiam di rumah. Bersedih karena tidak bisa melanjutkan pendidikan. Lantaran ditolak masuk ke sekolah negeri.

 

BALIKPAPAN–Penerimaan peserta didik baru (PPDB) online sudah berakhir. Namun, masalah baru di Balikpapan muncul. Ada puluhan anak terancam putus sekolah lantaran tidak diterima di SMP 11 di Balikpapan Utara. Celakanya, mereka menolak melanjutkan ke SMP negeri lain dengan alasan jarak.

Ditemui Kaltim Post di rumahnya Kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Balikpapan Utara, kemarin (15/7), Agung Suyudi bingung. Sudah empat hari dia tak bisa bekerja. Tidak bisa berkonsentrasi. Anaknya, Maria Ulfa Olivia, sudah sepekan mengurung diri. Hanya bermain smartphone dan menonton televisi di kamar tidur. Tak ingin bertemu dan bermain bersama anak sebayanya. Malu. Karena tidak diterima di SMP 11 di Balikpapan Utara.

“Iya, sudah hampir seminggu enggak mau keluar rumah. Paling sebentar saja lihat-lihat. Setelah itu masuk kamar lagi. Tadi pagi (kemarin) lihat anak-anak berangkat sekolah saya lihat dia sedih,” kata pria 43 tahun itu, kemarin.

Sejak di bangku SD 033 Graha Indah, Balikpapan Utara, Olivia sudah mengungkapkan keinginannya. Melanjutkan sekolah di SMP 11. Alasannya sederhana. Semua temannya juga akan bersekolah di sana. Pun sekolah itu yang paling dekat dengan rumah. Jika diukur lewat aplikasi Google Maps, hanya 1,3 kilometer. “Saya sebagai orangtua juga maunya di sana (SMP 11). Dekat dan lebih aman buat anak,” ucap Agung.

Dia menyebut, anaknya yang lahir di Balikpapan pada 10 Maret 2007 itu tidak bisa bersekolah akibat sistem zonasi. Dia tinggal di Perumahan Taman Bukit Sari, RT 28, Balikpapan Utara. Yang tak masuk dalam zona ring 1 sekolah. Ditambah, dengan nilai 218, sehari setelah mendaftar PPDB online, anaknya langsung terlempar dari daftar.

“Saya sudah coba bujuk masuk SMP 15 di Graha Indah dan SMP 16 di Kariangau. Tapi enggak mau. Saya juga keberatan, karena untuk transportasinya sulit dan rawan kecelakaan. Pas kami mau ke SMP 16 saja ada kecelakaan,” beber Agung.

Istrinya, Jumiati, juga keberatan jika anaknya sekolah jauh dari rumah. Faktor keselamatan jadi prioritasnya. SMP 16 Balikpapan, misalnya, punya jarak hampir 10 kilometer dari rumahnya. Sedangkan SMP 15 sekitar 6 kilometer. Apalagi jika sang suami bekerja, dia tak bisa melakukan antar-jemput. Lantaran tak bisa mengendarai sepeda motor. “Diantar ke sekolah lain, dia (Olivia) langsung merengek. Enggak mau kalau enggak di SMP 11,” terang Jumiati.

Meski begitu, ibu rumah tangga itu tak henti memberikan motivasi. Dia mengingatkan, anaknya betapa penting melanjutkan pendidikan. Di rumah pun, sang anak diminta untuk tetap belajar dan mengaji. “Kalau enggak sekolah nanti sulit cari kerja,” kata Jumiati kepada Olivia.

Olivia pun kepada media mengungkapkan keinginannya agar bisa melanjutkan sekolah. Setelah dibujuk untuk keluar kamar, anak bungsu dari dua saudara itu mengungkapkan keinginan tetap ingin bersama teman-temannya bersekolah di SMP 11. “Enggak mau sekolah yang lain,” tutur penyuka K-Pop dan menggambar kartun Spongebob itu.

Nasib yang sama juga dialami pasangan Bahriansyah dan Umi Hani. Anak bungsu mereka, Felysita Syahriani, sejak gagal diterima di SMP 11 cenderung murung dan mengurung diri. Bahkan, sehari sebelum masuk hari pertama sekolah, putri mereka menangis berjam-jam. “Tadi pagi (kemarin) juga lihat teman-temannya sekolah langsung menangis. Setelah itu lebih banyak nonton televisi di kamar,” kata Bahriansyah.

Alasan Felysita tidak bisa diterima di SMP 11 juga sama dengan Olivia. Nilai 198 tidak mencukupi untuk mendapatkan kursi. Selain itu, Bahriansyah tinggal di RT 25, Graha Indah, Perumahan Taman Sari 2, Balikpapan Utara. Tempat tinggal mereka juga di luar dari zona ring 1 sekolah. “Yang saya pertanyakan siapa yang menentukan ring 1 itu. Sementara lokasi rumah kami hanya berjarak 1 kilometer ke SMP 11. Yang dekat dan terdampak sekolah,” katanya.

Diduga masih puluhan anak yang bernasib seperti Olivia dan Felysita. Ketua RT 28 Kelurahan Graha Indah Puryadi menyebut telah mengumpulkan 30 nama anak yang tidak diterima di SMP 11 Balikpapan. Mereka berasal dari RT 1, RT 22, RT 24, RT 25, RT 26, RT 27, RT 28, RT 31, dan RT 58. “Kami sudah berusaha ke pihak sekolah dan ke Disdik (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Balikpapan). Tapi belum dapat solusi,” kata Puryadi.

Orangtua disebut tak bisa berbuat banyak. Anak-anak mereka bersikukuh tak mau sekolah jika tidak di SMP 11. Dengan alternatif sekolah negeri lain pun, jarak dan faktor keselamatan menjadi kendala.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X