Penetapan lokasi pemindahan ibu kota negara kini tinggal menghitung hari. Kaltim, Kalteng, dan Kalsel adalah tiga kandidat tersisa. Ketiga provinsi itu punya kans yang sama.
SAMARINDA-Kaltim sedikit bisa berbangga diri. Sebab dari waktu ke waktu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap memberikan perhatian khusus dalam setiap pidatonya. Di sisi lain, dibandingkan Kalteng dan Kalsel, Kaltim disebut jauh lebih siap. Karena sudah banyak memiliki infrastruktur penunjang.
Beberapa informasi itu terungkap dalam acara seminar nasional bertemakan “Kesiapan Kaltim terhadap Pemindahan Ibu Kota Negara RI” yang digelar di Pendopo Odah Etam, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Sabtu (27/7).
Direktur Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Bappenas RI, Tri Dewi Virgiyanti yang hadir pada acara itu berujar, kajian pemindahan ibu kota negara memang belum mengerucut ke salah satu daerah. Kajian yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) masih melingkupi Kalteng, Kalsel, dan Kaltim.
Selain itu, keputusan akhir dari kajian yang dilakukan Bappenas akan diputuskan Presiden Jokowi. Meski belum berani memastikan, Tri menyebut, kemungkinan besar keputusan lokasi ibu kota negara disampaikan pada Agustus mendatang. Paling lambat Desember 2019.
“Keputusan akhirnya di tangan presiden. Keputusan itu sebenarnya enggak mesti menunggu akhir tahun. Bisa juga lebih awal. Bergantung dari kesiapan kajian yang kami lakukan di Bappenas,” terangnya.
Kajian lokasi pemindahan pusat pemerintahan akan disampaikan pertengahan Agustus. Namun jika dinilai masih ada kekurangan, maka kajian itu akan dilengkapi sampai awal Desember mendatang. Hasilnya akan langsung diumumkan.
Sesuai jadwal, pemindahan ibu kota negara paling lambat dilakukan awal 2024. Dua tahun sebelum itu, atau pada 2021-2022, pembangunan fisik sudah bisa dilaksanakan. Pembangunan akan dilakukan bertahap, menyesuaikan dengan proses pemindahan 1,5 juta penduduk dari Jakarta ke ibu kota yang baru.
“Semua lokasi masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan. Kami sedang mempertimbangkan mana yang paling tepat. Karena memang enggak mudah mencari lokasi yang paling aman dan bebas bencana,” tuturnya.
Meski begitu, diakui Tri, pemindahan ibu kota negara tidak melulu melihat aspek teknis. Tetapi juga melibatkan keputusan-keputusan politik. Baik eksekutif maupun legislatif sama-sama memiliki peran dalam rencana pemindahan pusat pemerintahan tersebut.
“Semuanya pasti melewati proses politik. Karena kalau ibu kota dipindah, maka harus mengganti undang-undang. Sejauh ini, untuk ketiga gubernur (Kalsel, Kalteng, dan Kaltim), seingat saya sudah bertemu dengan presiden,” cakap dia.
Tri menambahkan, pemindahan ibu kota negara setidaknya akan menelan dana sekitar Rp 150 sampai Rp 160 triliun. Sumber anggaran itu tidak hanya dari APBN. Tetapi juga berasal dari pihak swasta dan kerja sama pemerintah dengan swasta.
Kemungkinan besar, partisipasi APBN di megaproyek itu hanya 20 persen. Sekitar 50 persen akan dibiayai swasta dan 30 persen sisanya bersumber dari kerja sama pemerintah dan swasta. “Ketiga skema itu yang akan digunakan,” sebut Tri.
Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Kaltim Hadi Mulyadi yang hadir pada acara itu tidak ingin ngotot meminta agar ibu kota negara dipindah ke Benua Etam. Dia memilih memercayakan dan menyerahkan hasil kajiannya kepada Bappenas.