Gempa di Banten semakin mengukuhkan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan. Berkaca dari itu, memindahkan Jakarta dianggap segera.
SAMARINDA-Potensi Kaltim cukup besar menjadi ibu kota negara yang baru. Selain unggul secara infrastruktur, juga minim bencana. Salah satunya kerawanan gempa yang dinilai cukup kecil terjadi di Benua Etam.
Pusat gempa berkekuatan 6,9 skala richter (SR) di Banten itu terasa sampai Jakarta. Bahkan bencana yang terjadi dua hari lalu itu sempat bikin heboh pengunjung sejumlah mal dan gedung-gedung perkantoran. Mereka berlarian ke luar gedung untuk menyelamatkan diri.
Menanggapi itu, Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Kaltim Isradi Zainal menyebut, Kaltim sangat aman dari bencana gempa. Meski potensi gempa di provinsi ini tetap ada, membangun gedung pencakar langit di Benua Etam juga aman. Kenyataan itu membuat Kaltim kian terbuka peluangnya menjadi ibu kota.
Selain itu, beban konstruksi bukan masalah besar meski dibangun gedung tinggi. “Teknologi sekarang sudah sangat memadai membangun yang tidak mungkin menjadi mungkin. Tidak ada kendala menjadikan Kaltim sebagai ibu kota,” ujarnya kemarin (3/8).
Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Balikpapan itu melanjutkan, konsep ibu kota ke depan harus berbasis smart city. Setidaknya memiliki sentuhan modern. “Pembangunan sumber saya manusia (SDM) juga sangat diperlukan. Agar lebih andal lagi ke depannya. Jepang dan Rusia maju karena diawali dengan pembenahan SDM,” ungkapnya.
Sebagai ketua PII Kaltim, organisasinya bersedia membantu pemerintah dalam pembuatan segala konsep ibu kota. Bahkan, pihaknya sudah menyiapkan segala hal yang diperlukan. Termasuk kajian keteknikan, pertanian, dan peternakan. “Meski tidak diminta, kami sudah lakukan. Yang penting ada dana penunjang dan bukan berasal dari utang,” ungkap Isradi.
Sementara itu, pengamat konstruksi Kaltim Slamet Suhariadi mengatakan, dengan minimnya kejadian bencana, provinsi ini sangat memadai sebagai ibu kota negara. Bahkan, dibangun gedung pencakar langit pun sangat mendukung. “Kaltim lebih cocok. Struktur tanahnya bagus. Mau membangun gedung tinggi tidak masalah,” ungkap dia.
Berbeda dengan Kalteng yang banyak lahan gambut. Meski luas, biaya konstruksi lebih tinggi. “Bertingkat tak masalah. Namun, perkuatan konstruksi memerlukan biaya lebih mahal,” ucapnya.
Menurut dia, Kaltim memerlukan tenaga ahli dan tenaga terampil. Karena itu, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), asosiasi, dan Balai Pelatihan Tenaga Konstruksi sedang giat-giatnya mensertifikasi tenaga ahli dan tenaga terampil. “Jadi, memang perlu disiapkan SDM. Pendapatan masyarakat sekitar juga perlu ditingkatkan. Dengan berpindahnya ibu kota negara, warga harus lebih siap. Bisa jadi harga barang menjadi lebih tinggi,” kata dia.
Menurutnya, kualitas ekonomi warga harus ditingkatkan lebih dulu. Mengingat Jakarta memiliki upah minimum provinsi (UMP) Rp 3,9 juta sedangkan di Kaltim Rp 2,7 juta. “Itu pekerjaan rumah yang harus diperbaiki pemprov dan pemerintah pusat,” tutup ketua Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Kaltim itu.
Diwartakan sebelumnya, telah terjadi gempa berkekuatan 6,9 SR yang berpusat di Laut Samudra Hindia Selatan dengan kedalaman 10 kilometer sekitar 147 kilometer di barat daya Sumur, Banten, Jumat (2/8).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) awalnya mengeluarkan peringatan dini tsunami setelah terjadinya gempa. Namun, akhirnya peringatan itu dicabut dua hari lalu. “Diakhirinya peringatan dini tsunami, BMKG berharap, masyarakat lebih tenang namun diminta tetap waspada,” kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono di Jakarta, Jumat (2/8).
Diketahui, ada tiga provinsi di Kalimantan sebagai kandidat ibu kota negara yang baru. Yakni Kaltim, Kalteng, dan Kalsel. Presiden Joko Widodo akan mengumumkan lokasi pengganti Jakarta itu pada 16 Agustus atau 20 Oktober. (*/dq/rom/k16)