Khususnya limbah smelter. Apalagi, saat ini Indonesia gencar membangun smelter. Dia menyatakan, satu smelter bisa menghasilkan limbah sampai satu juta ton dalam setahun. Limbah tersebut berkategori B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Sotya menjelaskan, pengolahan semen dengan menggunakan batu kapur memerlukan proses pembakaran. Dibutuhkan panas sampai 1.400 derajat Celsius. Pembakaran itu otomatis menghasilkan emisi gas karbon. ’’Kalau menggunakan slag, tidak perlu dibakar,’’ tuturnya.
Sotya menyatakan, slag alias terak limbah smelter tinggal diaduk, kemudian ditambahi campuran zat kimia 15–20 persen.
Perempuan yang hobi nonton film genre kriminal dan hukum itu menceritakan, riset semennya dimulai saat kuliah S-3 di University of Western Australia. Saat itu masih berupa teori. Baru dilanjutkan menjadi produk inovasi sekembali dirinya ke Indonesia. Setelah melalui pengujian, didaftarkan paten pada 2010 dan granted-nya keluar pada 2016.
Melihat potensi yang besar, Sotya mendirikan usaha rintisan berbasis teknologi. Namanya PT Geo Fast Indonesia. Usaha rintisan itu sempat ikut program inkubasi supaya bisa menjadi mandiri dan berkelanjutan.
Secara bisnis, Sotya menyatakan usahanya tidak membutuhkan investasi besar. Bahan baku berasal dari smelter berbentuk bongkahan batu. Kemudian dihancurkan sampai halus menjadi semen. ’’Bisa juga meminta limbah dalam bentuk serbuk dari smelter,’’ ujarnya.
Dia pernah melakukan uji coba temuannya itu untuk membangun musala dan lahan parkir Fakultas Teknik UI. Hasilnya cukup bagus dengan durasi kering atau penguatan maksimal lebih cepat daripada pengecoran dengan semen biasa.
Tantangan yang dihadapi Sotya adalah ongkos produksi Geo Fast yang masih lebih mahal jika dibandingkan dengan semen konvensional. Dia memperkirakan lebih mahal sekitar 50 persen. Namun, dia optimistis, jika diproduksi dengan skala besar, ongkosnya bisa ditekan.
Untuk pengenalan produk ke calon investor, Sotya menyiapkan stok Geo Fast sebanyak 10 ton. Jumlah itu tidak banyak. Sebab, satu mobil molen biasanya diisi 2,4 ton semen.
Sotya akan terus menyempurnakan Geo Fast. Selain itu, dia punya mimpi membuka layanan jasa konstruksi berbasis 3D printing. ’’Mirip 3D printing. Namun, ini bahannya semen. Untuk membuat rumah atau sejenisnya,’’ katanya.
Kepala BPPT Hammam Riza menuturkan, penghargaan bagi para inovator bertujuan mendorong SDM unggul dan berdaya saing. ’’SDM unggul dapat diciptakan melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apalagi mendorong Industri 4.0,’’ jelasnya.
Hammam menyatakan, penghargaan yang diterima Sotya masuk kategori eksternal. Berjudul inovasi Geopolymer Fast Setting Cement. Dia menuturkan, inovasi harus memenuhi lima asas. Yakni, asas inovasi atau invensi, kreatif, efisien dan efektif, nilai tambah, serta manfaat. Dia yakin dewan juri telah melakukan penilaian dengan baik.
Ajang BPPT Innovator Awards 2019 diikuti 130 peserta. Banyaknya pendaftar menunjukkan tren positif di dunia riset dan inovasi tanah air. Sebanyak 42 peserta mendaftar untuk inovasi teknologi. Peserta lain untuk kategori transformasi digital, layanan teknologi, dan lainnya. ’’Semoga ke depan ekosistem inovasi di Indonesia terus meningkat pesat,’’ ungkapnya. (*/c5/ayi)