Miliaran ton batu bara di perut bumi Kaltim membuat daerah ini bagai gula bagi para investor tambang. Sejumlah persoalan lingkungan akan terus menghantui.
SAMARINDA-Eksploitasi sumber daya alam Kaltim dari sektor batu bara diprediksi masih akan berlangsung lama. Salah satu indikatornya, cadangan emas hitam di provinsi ini yang cukup besar. Jumlahnya ditaksir 25 miliar ton batu bara dan diperkirakan sanggup diproduksi hingga ratusan tahun ke depan. “Jadi memang cukup besar," kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christiannus Benny kepada Kaltim Post (27/1).
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian ESDM, cadangan batu bara Kaltim adalah yang terbesar di Kalimantan. Di Kalimantan Barat, jumlah cadangannya diperkirakan 22,8 miliar ton batu bara. Sementara di Kalimantan Selatan sebesar 16,5 miliar ton dan Kalimantan Tengah 3,4 miliar ton. Kaltim bersaing dengan Sumatra Selatan sebagai lumbung batu bara. Di mana provinsi tersebut memiliki cadangan 50,2 miliar ton batu bara. Secara keseluruhan, Indonesia memiliki cadangan sumber daya batu bara sebesar 147,6 miliar ton yang tersebar di 21 provinsi.
Benny melanjutkan, tahun ini kuota batu bara untuk izin usaha pertambangan di Kaltim sebesar 77,5 juta ton batu bara. Rata-rata pemanfaatan batu bara yang dikeruk dari perut Kaltim diperuntukkan untuk kelistrikan sebesar 83 persen. Selebihnya untuk industri semen, pupuk, tekstil pulp, metalurgi, briket dan lainnya. Selain kebutuhan dalam negeri, batu bara diekspor dalam rangka kontribusi terhadap penerimaan negara. Dalam laporan Kementerian ESDM, negara tujuan ekspor batu bara antara lain Tiongkok (51 juta ton), India (46 juta ton) dan Jepang (22 juta ton).
Menurut Benny, meski cadangan batu bara di Kaltim cukup besar, bukan berarti energi fosil bisa dikeruk habis-habisan. Sebab, saat ini pasar energi seperti Eropa sudah mulai meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan. Maka dari itu, saat ini proyeksinya tak lagi energi fosil. Tetapi yang bio energi. Sekarang pun, di Kutim sedang ada kerja sama untuk mengubah batu bara jadi metanol sebagai bentuk hilirisasi pertambangan.
Namun, diakuinya, urusan pertambangan batu bara juga masih menyisakan persoalan. Saat ini dengan undang-undang mineral batu bara (minerba) yang baru, menyebut bahwa urusan perizinan tambang dialihkan ke pusat. Hanya, Benny menyebut, masih ada celah pemerintah daerah untuk mengatur pertambangan di tanahnya, melalui peraturan pemerintah. Pihaknya pun sudah menyerahkan 62 izin usaha pertambangan yang selesai dan 19 yang belum selesai ke pusat.
"Perkembangan terakhir, infonya dari tiga peraturan pemerintah, yang akan balik ke kita, itu galian c, kewenangan daerah, sama wilayah IUP daerah. Harapannya kami, setidaknya galian c dikembalikan ke daerah. Sebab, kasihan masyarakat," kata Benny.
Di sisi lain, dia juga meyakini bahwa pemberlakuan undang-undang minerba yang baru ini, pemerintah daerah masih memiliki slot untuk pengawasan pertambangan di daerahnya. Pihaknya pun tengah menggodok kebijakan agar batu bara benar-benar berkontribusi langsung dengan pendapatan asli daerah (PAD) Kaltim dan ekonomi secara keseluruhan.
Dia menjelaskan, saat ini jumlah pajak yang dibayar pertambangan berdasar self assessment perusahaan tambang. Hal ini jadi risiko penyelewengan. "Bisa saja batu bara kalorinya 5 dibayarkan hanya kalori 4," jelasnya. Sementara yang masih menjadi tantangan adalah pertambangan ilegal. Disebut Benny, yang kerap menjadi masalah dan meninggalkan lubang tambang begitu saja adalah tambang ilegal. Mereka pun kerap mengeruk dalam konsesi perusahaan tambang yang memiliki izin.
"Soal ilegal mining sudah koordinasi sama kejaksaan, kerja sama untuk pemberantasan illegal mining. Sebab, kami tidak bisa melakukan penindakan. Kami bersurat ke dirjen (direktorat jenderal). Yang diharapkan juga, para pemilik lokasi yang ditambang ilegal itu lapor ke polisi," jelasnya. Sebab, tambang ilegal kerap bikin resah. Meninggalkan lubang tambang tanpa penanganan. Berbeda jika tambang berizin. Sebab, dari mengajukan perizinan, tambang harus menyiapkan apa yang akan mereka lakukan dengan lubang tambang mereka.
"Beberapa hasil penanganan lubang tambang itu menunjukkan hasil baik. Misal di Berau Coal itu dijadikan lapangan golf. Ada juga yang dijadikan tambak ikan, tempat ternak sapi. Reboisasi lahan juga sekarang saya marahi kalau pohon akasia terus. Saya minta aneka tumbuhan lain yang lebih bermanfaat," tegasnya. Dari data Dinas ESDM Kaltim, pada 2016 jumlah lubang tambang dari perusahaan tambang berizin ada 632 buah. Lalu, setelah berbagai upaya reklamasi lahan, tersisa 371 buah. Paling banyak dari Kukar.
Sementara data dari Jaringan Advokasi Pertambangan (Jatam) Kaltim, dari hasil proyeksi satelit, ada 1.735 lubang tambang yang tampak di Kaltim. Baik dari tambang resmi maupun ilegal. Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, kasus pertambangan di Kaltim pada 2020 paling banyak adalah pertambangan ilegal.
"Dari sepuluh kasus tambang ilegal di Kaltim pada 2020, enam di antaranya berada di Kutai Kartanegara," jelas lelaki yang akrab disapa Rupang tersebut. Namun, disayangkan Rupang, tak sedikit kasus tambang ilegal yang tak punya ujung kejelasan. Padahal sudah dilaporkan ke polisi, tetapi tak jelas ujung kasusnya.