Pekan pertama pemberlakukan Kaltim Steril menuai pertentangan. Namun, Pemprov Kaltim tak bergeming. Keputusan Gubernur Kaltim Isran Noor itu semata-mata demi kepentingan bersama. Memutus rantai persebaran Covid-19.
SAMARINDA–Pemprov Kaltim mengakui setelah pemberlakuan Kaltim Steril selama dua hari lalu, bukan berarti Covid-19 segera hilang. Mengingat baru perdana, sehingga kebijakan itu tak bisa langsung memberikan efek instan.
Adapun Senin (8/2), penambahan kasus harian Covid-19 di Kaltim mencapai 344 orang. Jumlah tersebut, turun dibandingkan pada Minggu (7/2) yang kasus harian mencapai 501 orang.
Sebelumnya, penambahan kasus harian ketika mencapai angka 400-an, sudah dianggap tinggi, maka sejak awal 2021, penambahan kasus harian di angka 500–700-an setiap hari. Bahkan, sempat mencapai angka 903 kasus. Meski begitu, angka penambahan kasus harian kemarin, tidak menginterpretasikan hasil dari Kaltim Steril akhir pekan lalu.
“Kan baru sehari. Sementara inkubasi virus itu paling tidak sekitar 5–7 hari,” terang Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Kaltim Padillah Rante Muna. Dia menambahkan, paling tidak evaluasi apakah program tersebut efektif menekan angka kasus positif, bisa diketahui pekan depan. Namun, dia optimistis kebijakan tersebut bisa menekan angka kasus Covid-19.
Meski begitu, kebijakan Kaltim Steril diprotes masyarakat. Kebijakan yang mendadak, tak banyak waktu pengusaha bersiap. Pasalnya Kamis (4/2), Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Kaltim menggelar rapat dan mencanangkan kebijakan itu, Sabtu (6/2) sudah diterapkan.
Para pelaku usaha yang terdampak pun mengadu ke DPRD Kaltim kemarin. Mereka meminta Komisi IV DPRD Kaltim mengevaluasi kebijakan instruksi Gubernur Nomor 1 Tahun 2021. Sebab, menurut mereka dengan adanya instruksi gubernur itu, justru semakin menyusahkan pelaku usaha pariwisata kreatif dan UMKM. “Ini meresahkan. Apa bedanya perkantoran dan pariwisata?” ucap Ketua DPD Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (Putri) Kaltim Dian Rosita.
Dalam kesempatan sama, Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Kaltim mempertanyakan kebijakan itu. Sekretaris DPD IHGMA Kaltim Budi Wahjono mengatakan, kebijakan tersebut dirasa kurang pas. Mengingat, seluruh hotel sudah diwajibkan membuat sertifikasi clean, health, safety and environment (CHSE). Sebab, sertifikasi itu bertujuan memberikan rasa nyaman para tamu agar terhindar dari Covid-19.
“Itu sudah ada auditnya dan hasilnya akan keluar dalam bentuk sertifikat. Kalau auditnya tidak bagus, sertifikatnya tidak akan keluar,” ucap Budi.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya'qub yang menerima para pengusaha itu menyebut, kebijakan tersebut diakui sangat terburu-buru. Sehingga berdampak buruk bagi pelaku bisnis di Kaltim.
“Termasuk usulan teman-teman yang bukannya anti atau tidak mau dengan instruksi atau kebijakan Kaltim Steril itu. Mereka sangat setuju dan mau membantu, tetapi jangan mendadak. Paling tidak ada sosialisasi dan kajian teknis detailnya yang mana saja boleh dan tidak boleh,” ungkap politikus PPP itu.
Dia memaparkan, ada pula masukan dari pelaku bisnis soal jam operasional tertentu selama pandemi Covid-19. Sehingga mereka dapat menjalankan bisnisnya pada akhir pekan.
Mereka juga mengusulkan jangan pada Sabtu dan Minggu yang disterilkan, melainkan hari lain. “Kamis atau Jumat misalnya. Karena kenapa, hidupnya UMKM itu, Sabtu-Minggu,” jelasnya. Rusman pun mengatakan, pihaknya akan menyurati Pemprov Kaltim, terkait aspirasi para pengusaha tersebut.