Sebuah pembangkit pada dasarnya dibangun mendekati beban. Untuk mengurangi biaya transmisi. Batu bara selain punya kemampuan, berbahan bakar murah, konstan, juga bisa dibangun di mana saja. Karena itu sangat sulit menggantikan PLTU. “Namun ada satu energi yang bisa. Yaitu nuklir,” ujarnya.
Soal kemampuan, nuklir disebutnya sudah terbukti bisa diandalkan. Apalagi sumber daya uranium banyak ditemukan di Indonesia. Bahkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) tahun lalu menyebut, Kaltim memiliki 17.861 ton deposit uranium. Sementara Indonesia secara umum memiliki 81.090 ton deposit uranium. Selain dari uranium, nuklir juga bisa dihasilkan dari olahan torium. Yang kandungannya lebih banyak empat kali dibandingkan uranium. “Dari sisi harga, listrik dari PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) juga murah,” kata Bob.
Berdasarkan hasil uji kelayakan (feasibility study) yang pernah dilakukan PT PLN (Persero) ketika ada wacana membangun PLTN di Bangka Belitung, harga listrik dari PLTN di Indonesia bisa hanya sebesar USD 7 sen per kilo Watt hour (kWh). Hampir sama dengan batu bara sebesar USD 7-8 sen per kWh. “Sementara tenaga surya dan geothermal bisa USD 10-12 sen per kWh,” ungkapnya.
Kabar baiknya, ungkap Bob, pemerintah sudah mempertimbangkan pembangunan PLTN. Nuklir menjadi salah satu energi baru yang dimaksud digunakan sebagai bauran energi. Mengutip pernyataan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana pada April lalu, Indonesia akan memulai proyek pembangunan PLTN setelah 2025.
“Perpres Nomor 18 Tahun 2020, RPJMN 2020-2024 menyebut, ada persiapan pembangunan PLTN komersial. Dan RPJMN 2025-2029 dilakukan pembangunan PLTN,” ujarnya.
Namun, kabar terbaru, pemerintah mencanangkan pembangunan PLTN mulai 2040. Menurutnya, kemunduran waktu pembangunan itu karena ada tekanan-tekanan kepada pemerintah. “Namun, bagaimana pun ini langkah maju pemerintah. Itu patut diapresiasi,” jelasnya. (rom/k16)