“Bagaimanapun aku harus menerima, mungkin sudah cukup aku memaksamu agar bertahan di dalam hubungan ini. Kita sudah tiba di puncak waktunya.”
Aku asing dengan semua ini. Aku tidak menganggap ini sebuah kesia-siaan, ini tampak seperti sebuah kenyataan hidup yang paling apa adanya. Harus mengalami sesuatu untuk bisa dipahami nantinya. Tidak ada yang menginginkan sebuah perpisahan, tapi itu sebuah keniscayaan yang pasti terjadi.
Malam ini terlalu keras kepala, semua orang pada akhirnya harus berselisih untuk saling memuaskan hal-hal di dalam dirinya. Dunia yang kita percayai sebagai sebuah kenyataan seringkali tiba-tiba. Hubungan yang aku percayai tidak akan pernah berakhir akan tetapi harus ditinggalkan.
Aku menatapnya dalam untuk terakhir kalinya. Ada yang harus ia buktikan sebagai laki-laki. Semua pada akhirnya menjelma kenangan. Aku melihat sepi menyapaku dengan senyum yang bodoh. (dwi)
ESTY PRATIWI LUBARMAN, lahir di Samarinda, 28 November. Mahasiswa Universitas Mulawarman, Fakultas Ilmu Budaya. Pada 2019 melahirkan buku kumpulan puisi berjudul "Perempuan Dikekang Malam".