Belakangan keperluan pangan menyusahkan warga. Tak hanya harganya yang naik, sejumlah komoditas langka. Yang ada kini hanya keluhan dari publik menunggu sentuhan pemerintah.
BALIKPAPAN—Pemerintah sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng sebesar Rp 14.000 per liter. Namun faktanya, acuan itu belum bisa diikuti oleh sebagian besar pedagang pasar tradisional di Balikpapan.
Menyikapi itu, Kepala Dinas Perdagangan Balikpapan Arzaedi Rachman menyampaikan beberapa alasan minyak goreng di pasar tradisional belum mengacu HET. “Sampai saat ini, para pedagang sedang proses return atau rafaksi dengan sales atau pemasok. Masih proses penyesuaian dengan stok lama,” tuturnya, Selasa (1/3).
Ia melanjutkan, selain sedang mengajukan proses pengembalian barang dari pedagang dan produsen minyak, terdapat pula beberapa distributor dan produsen yang belum tergabung dalam pendanaan di Kementerian Pedagang (Kemendag).
Selain itu, pedagang pasar sebelumnya telah mengambil minyak goreng di atas HET. Sehingga bila mengikuti ketentuan, pastinya mereka rugi. Tidak hanya minyak dan kedelai, daging kini juga meroket. Kenaikan harga jelang Ramadan dan Idulfitri memang kerap terjadi. Namun, alasan pasti terkait melonjaknya harga daging masih perlu dibahas.
“Kami akan gelar dulu rapat dengan stakeholder pada 7 Maret. Alasan kenaikan harga maupun persiapan jelang hari raya nanti. Kalau kedelai ‘kan dari impor. Kalau daging ini masih dicari tahu penyebab pastinya. Nanti, kami akan coba mencari solusi,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan harga kedelai di pasar global tembus USD 15,77 per bushels atau Rp 220.780 per bushels pada Februari 2022. Angka itu melonjak 18,9 persen dibandingkan Januari 2022.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, kenaikan tersebut membuat harga kedelai di tingkat perajin tembus Rp 11.631 per kilogram. Padahal, harga normal kedelai di perajin hanya Rp 10 ribu per kilogram.
Sementara itu, Rudy, pedagang daging di Pasar Pandan Sari, Balikpapan menuturkan, kenaikan harga daging telah terjadi sejak sebulan terakhir. Dulu, daging dijual seharga Rp 125-130 ribu per kilogram. Namun, sekarang naik ke angka Rp 135-140 ribu. Tidak jauh berbeda dengan harga daging di Pasar Klandasan di kisaran Rp 135-145 ribu per kilogram.
Dia memasok daging dari Gorontalo. Sebab, Balikpapan belum bisa memenuhi keperluan daging sapi potong secara mandiri dengan maksimal. Beda halnya beberapa wilayah di Jawa maupun Sulawesi yang memang menjadi sentra daging sapi potong lokal. “Untuk keperluan daging sapi lokal, Balikpapan juga belum bisa. Stoknya terbatas sekali,” bebernya.
Bahkan dia memperkirakan, harga daging tersebut akan terus merangkak naik. Bahkan dikhawatirkan per kilogram bisa mencapai Rp 150 ribu. Terlebih sebentar lagi memasuki bulan puasa. Meski demikian, Rudy berujar, penjualan tidak terganggu.
“Penjualan masih normal. Di Balikpapan, konsumsi masyarakat masih tinggi. Dalam sehari, mampu menjual 60-80 kilogram daging sapi. Kalau hari libur sampai 100 kilogram terjual. Tapi, tetap khawatir kalau terus naik sedangkan modal tidak ada tentu akan kesulitan juga. Mana stok daging juga terbatas dan pedagang harus cari sendiri,” ucap pedagang yang telah berjualan sejak lima tahun tersebut.
Kondisi harga pangan yang serba-naik membuat para pedagang harus memutar otak agar bisa terus berdagang. Ia mengatakan, pedagang bisa mengirim daging ke rumah makan, namun hanya sebatas per porsi, karena ada harga per porsinya. “Kalau kami, ‘kan kirim-kirim ke rumah makan biasanya per porsi ada hitungannya. Sekarang juga bingung karena harga naik. Kami enggak mungkin jual di bawah harga,” imbuhnya.