BALIKPAPAN–Kegagalan pengemudi mengantisipasi jalan turunan panjang menjadi penyebab tabrakan beruntun truk tronton di Simpang Rapak pada 21 Januari 2022. Sopir yang seharusnya menggunakan gigi rendah untuk mendapatkan torsi atau gaya dorong yang diproduksi mesin, justru menggunakan gigi/persneling tinggi. Yang secara otomatis lebih banyak menggunakan rem saat melintasi turunan Rapak.
Tindakan semacam ini sangat dilarang dalam dunia otomotif. Lantaran itu adalah pekerjaan yang tidak akan pernah selesai. Dan pengereman secara terus-menerus akan berakibat pada tiga hal. Yakni, kampas rem kendaraan yang panas, lalu rem angin yang terus berkurang atau tekor, hingga minyak rem yang turut panas. Dan ketiga kondisi tersebut sering diistilahkan dengan rem blong.
Hasil investigasi tabrakan beruntun truk tronton di Simpang Rapak itu disampaikan dalam media rilis Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Kamis (23/6). Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Sub-Komite Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Ahmad Wildan mengungkapkan, kecelakaan itu karena kendaraan mengalami rem blong.
Truk tronton yang membawa peti kemas 20 feet berisi 20 ton kapur pembersih air itu menghantam 4 mobil penumpang dan 14 sepeda motor. Kecelakaan mengakibatkan korban jiwa sebanyak 4 orang, luka berat 1 orang, dan luka ringan 29 orang.
“Truk pada saat akan memasuki Kota Balikpapan melalui Simpang Muara Rapak, 200 meter sebelum simpang, mengalami kegagalan pengereman, sehingga terjadilah kecelakaan itu,” kata Wildan dalam paparannya di Auditorium Balai Kota Balikpapan, kemarin.
Dia melanjutkan, turunan panjang sebelum memasuki simpang Muara Rapak kondisi geometriknya adalah sub-standar. Di mana jalan yang memiliki alinyemen atau perpotongan bidang vertikal dengan maksimal slope atau kemiringan lebih 10 persen panjang landai kritisnya. Yang seharusnya maksimal adalah 200 meter berdasarkan standar geometrik jalan antarkota yang telah diatur Kementerian PUPR pada 2021.
Kondisi sub-standar tersebut akan memberi dampak pada kendaraan besar saat melalui turunan maupun tanjakan. “Untuk kendaraan yang naik akan berisiko mengalami kegagalan menanjak, dan untuk kendaraan yang turun berisiko mengalami kegagalan pengereman,” terang Wildan.
Kondisi jalan seperti itu tidak hanya pada turunan Simpang Rapak. Ada beberapa titik lain yang serupa, karena kondisi topografi Balikpapan sekitar 85 persen merupakan wilayah berbukit. Hanya sekitar 15 persen merupakan dataran sempit, yakni di daerah sepanjang pantai dan di antara perbukitan.
Kontur jalan di dalam Kota Balikpapan juga didominasi kelandaian vertikal bervariasi. Antara 5 persen hingga 20 persen, dengan penampang melintang terbatas. Serta tidak ada pemisahan antara ruang lalu lintas kendaraan berat dengan lalu lintas lainnya.
“Ternyata kondisi seperti (turunan Rapak) ini di Balikpapan, banyak. Jadi kita harus membuat rekomendasi tidak bersifat spot. Tapi bagaimana agar kecelakaan ini tidak terjadi lagi di seluruh Balikpapan. Dan coba kita kendalikan penyebabnya,” terang dia.
Hasil investigasi KNKT pada truk tronton itu juga menemukan bahwa tekanan angin 5 bar. Di bawah ambang batas minimal yang ditetapkan sebesar 6 bar. Kemudian ada celah kampas lebih dari 2 milimeter. Padahal, ambang batas celahnya adalah 0,4 hingga 0,6 milimeter.
Selain itu, sistem pengereman baik, brake valve maupun hydraulic lines juga dinyatakan normal. Dan tidak ada kebocoran. Pada faktual pengoperasian persneling diketahui menggunakan gigi 3 pada saat memasuki turunan. Lalu sistem rem juga tidak ada gangguan sebelumnya.
Namun, ada kegagalan pengereman karena pedal rem terasa keras. Dan analisis kejadian, pengemudi menggunakan gigi 3 di jalan menurun. Hal itu akan memaksa pengemudi melakukan pengereman panjang dan berulang.
Dalam kondisi normal, gap kampas dan tromol yang sub-standar tidak bermasalah. Namun, saat digunakan secara berulang, akan mempercepat penurunan tekanan angin. Saat tekanan angin berada di angka 5 bar, maka pengemudi akan kesulitan menekan pedal rem karena bantuan pneumatic untuk mendorong minyak rem sudah tidak ada.