Peredaran narkoba di Kaltim seperti sulit diberantas. Selalu ada kasus baru, setiap aparat melakukan pengungkapan. Perlu penindakan yang tegas agar ada efek jera.
KEJAHATAN penyalahgunaan narkoba tidak akan bisa ditekan tanpa ada campur tangan masyarakat. Meski negara telah membentuk peraturan dengan tingkat hukuman yang berat. Namun, dengan terbatasnya aparat penegak hukum, narkoba tetap akan jadi masalah bangsa Indonesia.
“Seperti kejahatan korupsi, saat ini yang paling bisa menentukan adalah people power (kekuatan masyarakat),” ungkap pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Nur Arifudin, Sabtu (25/6).
Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni Fakultas Hukum Unmul tersebut menjelaskan, kondisi saat ini, masyarakat masih kurang peduli dengan aktivitas penyalahgunaan narkoba di lingkungannya. Mengetahui tapi enggan melapor. Melapor pun hanya dipicu karena faktor personal. “Ini kenyataan yang saya temukan langsung di lapangan,” ucapnya.
Di sisi lain, masih maraknya kejahatan narkoba juga belum maksimalnya edukasi ke masyarakat. Di tingkat bawah, seperti sekolah misalnya. Masih banyak anak-anak yang tidak tahu soal dampak narkoba. Pun tahu tetapi tidak sampai takut terlibat. Contoh kasus yang pernah ditelitinya adalah ketika wawancara dengan anak berhadapan dengan hukum (ABH) kasus peredaran narkoba. Di mana seorang anak SD dimanfaatkan sebagai kurir. “Anak itu berkata ke saya tahu itu narkoba dilarang. Tetapi, tidak tahu jika efeknya sampai seberat itu (dipenjara),” tuturnya.
Si murid SD tersebut beralasan, guru tidak pernah memberikan edukasi terkait dampak narkoba. Dan orangtua murid menganggap tidak perlu mengajarkan terkait narkoba, karena dikira sudah ada di sekolah.
Sementara, guru menganggap tidak memiliki waktu untuk mengajarkan soal narkoba karena banyaknya mata pelajaran yang dibebankan. Dan si murid SD nekat menjadi kurir karena lingkungan permainannya. Dia lebih takut dijauhi teman-teman daripada risiko dihukum.
“Itu sebabnya, kurikulum khusus terkait edukasi antinarkoba sangat penting diimplementasikan di sekolah sejak dini. Karena ancaman generasi muda itu salah satunya narkoba,” katanya.
Masih tingginya kejahatan narkoba juga akibat faktor tidak tuntasnya pengungkapan yang dilakukan lembaga penegak hukum. Selama ini, yang paling banyak ditangkap hanya sebatas pemakai atau kurir. Di tingkat kurir, aparat penegak hukum sangat jarang melanjutkan penyelidikan sampai ke bandar atau produsen. Padahal, pada level bandar dan produsen itulah kunci ditekannya peredaran narkoba di masyarakat.
“Saya kerap menugasi mahasiswa untuk meneliti soal pengungkapan narkoba. Di mana jarang sekali kasusnya diangkat sampai ke bandar. Jadi begitu kurir ditangkap, ya prosesnya sampai di situ saja. Itu yang harus dituntaskan,” jelasnya.
Diketahui, dalam sejumlah pengungkapan kasus narkoba khususnya sabu-sabu diketahui barang tersebut mayoritas dari Malaysia. Untuk itu, perlu upaya pemerintah dan penegak hukum untuk bisa bekerja sama dengan otoritas Malaysia. Dan jika Pemerintah Indonesia tidak melihat ada upaya dari Malaysia, maka perlu dilakukan langkah-langkah diplomasi khusus agar penyelundupan narkoba bisa diputus. “Peran pemerintah khususnya aparat penegak hukum untuk bisa memutus rantai sampai level produsen asal narkoba,” imbuhnya.
Di sisi lain, masih muncul indikasi terdapat permainan yang dilakukan oknum penegak hukum. Artinya, selama masih ada oknum penegak hukum yang berkompromi dengan pelaku narkoba, maka jangan harap pemberantasan narkoba di Indonesia bisa ditekan. Karena itu, komitmen dan pengawasan terhadap penegak hukum juga perlu dilakukan.
“Celah masih adanya permainan bersifat transaksional dengan oknum penegak hukum ini yang menjadi salah satu pertimbangan pelaku narkoba berani melakukan kejahatan,” terangnya.