• Senin, 22 Desember 2025

Menyambut SS-1, Satelit Karya Mahasiswa yang Segera Mengorbit di Luar Angkasa

Photo Author
- Rabu, 13 Juli 2022 | 10:50 WIB
SEGERA MENGORBIT: Tim peneliti dari Surya University bersama satelit hasil inovasi mereka. Dokumentasi Tim SS-1
SEGERA MENGORBIT: Tim peneliti dari Surya University bersama satelit hasil inovasi mereka. Dokumentasi Tim SS-1

Inovasi satelit di Tanah Air masih cukup langka. Di antara penyebabnya ongkos yang begitu besar sampai satelit bisa mengorbit. Berkat kegigihan Muhammad Zulfa Dhiya’ulhaq bersama timnya dari Surya University, satelit karya mereka yang bernama SS-1 segera mengorbit di luar angkasa.

M Hilmi Setiawan, Jakarta

BETAPA gembiranya Zulfa ketika mengetahui ada email masuk dari Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) pada 6 Agustus 2018. Dia masih ingat, saat itu sedang standby di depan komputer hingga malam. Isi email itu begitu penting untuk kelanjutan riset satelit SS-1 yang dia dan timnya mulai sejak 2016.

’’Melalui email itu, mereka mengumumkan tim kami menang,’’ katanya saat diwawancarai Jawa Pos pada 28 Juni lalu.

Hadiah kontes yang digelar JAXA bersama United Nation Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) pada 2017 itu adalah slot peluncuran satelit. Jika harus membayar sendiri, ongkos peluncuran satelit seukuran milik mereka, diperkirakan Rp 625 juta. Mahalnya biaya ini kerap membuat peneliti berpikir berkali-kali untuk berinovasi satelit.

Zulfa menuturkan, rencananya peluncuran dilakukan Oktober tahun ini. Sebelum diluncurkan ke luar angkasa, satelit yang masuk kategori nano satelit itu dikirim ke Jepang pada 27 Juni. Selanjutnya pada 4 Juli dilakukan instalasi atau pemasangan satelit SS-1 ke modul peluncurannya. Baru kemudian dikirim ke Amerika Serikat.

Rencananya satelit berdimensi 10 cm x 10 cm x 11,5 cm dengan volume satu liter diluncurkan ke angkasa dengan roket kargo. ’’Jika tidak menggunakan SpaceX Dragon bisa juga Cygnus NG18,’’ tuturnya. Tujuan peluncurannya adalah untuk dikirim ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station/ISS) terlebih dahulu.

Setelah kargo tiba di ISS, akan diproses oleh astronaut di dalamnya. Kargo ini tidak hanya berisi satelit yang akan diorbitkan. Tetapi juga bahan makanan untuk penghuni ISS. Khusus di dalam boks satelit, biasanya berisi tiga satelit nano. Nantinya oleh astronaut yang bertugas di ISS, satelit nano itu dilepas ke luar angkasa menuju titik orbitnya.

Pelepasan satelit nano ke orbit tidak menggunakan roket. ’’Dilepasin biasa ada pegas dan pendorong sedikit. Sederhananya seperti ketapel,’’ tuturnya.

Satelit SS-1 dirancang untuk mengorbit secara polar. Yaitu berputar mengitari bumi melewati kutub. Berbeda dengan orbit satelit Lapan A2 yang bersifat ekuatorial atau mengikuti garis khatulistiwa. Dalam satu hari, satelit ini akan mengitari bumi empat sampai lima kali. Berputarnya dari utara ke selatan dan semakin bergeser ke sebelah kiri.

Setelah diluncurkan ke orbit pada Oktober 2022, satelit SS-1 ini rencananya baru berfungsi pada November 2022. Satelit ini bakal mengorbit di ketinggian 400 km di atas permukaan laut. Zulfa mengatakan, satelit yang mereka buat didesain tidak terlalu mengorbit. Hanya mengorbit sekitar satu tahun. Setelah itu, satelit akan jatuh menuju bumi dan tidak menjadi sampah luar angkasa. Karena ukurannya yang tidak terlalu besar, bangkai satelit SS-1 nantinya hancur sendiri terbakar lapisan atmosfer.

Dia lantas menjelaskan secara dan alasan kenapa riset satelit itu berlangsung lama. Mulai 2016 sampai diluncurkan ke angkasa pada 2022, berarti membutuhkan waktu selama enam tahun.

Zulfa menceritakan riset satelit SS-1 dimulai saat dirinya masih berstatus sebagai mahasiswa di Surya University. Di kampus tersebut ada sebuah pusat riset dengan beragam kegiatan penelitian. Mulai robot, drone, internet of things (IOT), dan lain sejenisnya. Saat itu Zulfa dan timnya berdiskusi soal penelitian apa yang bisa berkontribusi untuk masyarakat.

Sampai akhirnya berkat bimbingan dari kampus, dimulailah riset inovasi satelit nano SS-1. Dia mengatakan satelit memiliki beragam jenis. Dimulai dengan nano satellite dengan ukuran yang paling kecil dan bobot maksimal 1,3 kg. Kemudian ada micro satellite dengan bobot mencapai 50 kg.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X