Pertanahan di Kaltim masih menyimpan segudang persoalan. Mulai sengketa lahan yang kerap sulit diselesaikan sehingga menghambat proyek pemerintah sampai permainan mafia.
MEDIO 2016, Hermin Bangri heran mendapati sejumlah pita dipasang di tanah perkebunannya di kawasan RT 37 Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur. Kabar pun sampai ke telinganya. Ada pekerjaan mengukur lahan untuk kepentingan pembangunan Tol Balikpapan–Samarinda (Balsam). “Mereka seperti sembunyi-sembunyi. Datang (ke kebun) tapi tidak pernah datangi kami yang punya lahan,” ujar Hermin, Jumat (23/9).
Tak lama ada pertemuan. Hermin disebut termasuk warga yang lahannya bakal dibebaskan untuk jalan tol. Dirinya mengaku senang dan gembira waktu itu. Dari tingkat kelurahan hingga Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balikpapan menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menggelontorkan anggaran untuk pembebasan lahan. Artinya, tanah Hermin yang terdampak bakal dibayar.
“Tapi setelah ditunggu-tunggu belum ada pembayaran. Katanya dananya belum cukup. Lalu pada 2017 dana katanya sudah masuk. Saya ingat sekitar Mei atau Juni itu. Lalu pada Oktober, saya terima uang untuk tanam tumbuh,” jelas Hermin.
Hermin menyebut memiliki dua bidang tanah perkebunan. Total ada 3 hektare yang berjarak dengan tiga bidang tanah milik warga lain. Berisi pohon buah seperti lai, durian, cempedak, dan rambutan. Satu bidang lahan dengan luas 1 hektare akhirnya terdampak pembangunan jalan tol seluas 4.000 meter persegi. Sementara untuk yang satu bidang seluas 2 hektare, dirinya tidak yakin, karena tidak pernah ada penjelasan.
“Mungkin hampir 1 hektare yang kena. Itulah, kami sejak awal tidak tahu berapa jumlah luas lahan kami yang kena. Berapa harganya, berapa yang diganti. Tanam tumbuh pun sangat timpang. Satu bidang saya terima Rp 27 juta, sementara lainnya hanya Rp 2,7 juta. Padahal yang di Rp 2,7 juta itu pohon buahnya lebih padat,” ucapnya.
Namun, Hermin tetap menerima ganti tanam tumbuh itu. Baginya, sebagai warga negara yang ikut mendukung pembangunan jalan tol, dirinya ikhlas berapa pun dibayar. Tetapi masalah muncul saat Hermin didatangi seorang berinisial BD yang mengaku sebagai perwakilan warga dan diajak duduk bersama menghadap panitia pembebasan lahan berinisial HS. Hermin diajak untuk berdamai.
“Pada 2018 itu tiba-tiba saya diajak damai. Kata mereka, tanah saya tumpang tindih sama orang lain. Kok bisa. Saya di sana sudah lama sejak 1990-an dan punya segel. Dan tidak pernah ada orang yang datang untuk klaim tanah saya,” ungkapnya.
Hermin mengatakan, dalam pertemuan itu, dirinya baru tahu uang ganti lahannya masuk konsinyasi. Tanpa menyebut siapa yang berperkara atas lahan miliknya. Dia diminta pembagian 70:30 atas uang ganti rugi lahannya senilai Rp 1,2 miliar. Sebesar 70 untuk Hermin dan 30 untuk pihak yang mengklaim lahannya.
Setelah ditelusuri, Hermin menemukan kejanggalan ketika diketahui tanahnya yang seluas 1 hektare memiliki empat sertifikat dengan luas bidang 4,5 hektare atas nama seorang warga berinisial AB. “Saya tidak mau. Akhirnya warga melepas BG, karena dia bukan pengacara, tetapi hanya pembicara. Akhirnya kami ajak pengacara Pak Yesayas pada 2018,” ucapnya.
Nasib serupa juga dialami Welem Salinding, warga RT 37 yang tanah perkebunannya terdampak pembangunan Tol Balsam. Kepada Kaltim Post, Welem sebenarnya tidak mempersoalkan pembayaran. Haknya ada tanah seluas 1.700 meter persegi. Di mana dalam proses konsinyasi dirinya seharusnya mendapat ganti rugi Rp 190 juta, namun hingga kini belum juga dicairkan lantaran disebut bersengketa.
“Tanah saya sudah sertifikat sejak 2006 lewat program pemerintah yang membiayai saya menyertifikasi tanah saya itu. Artinya legal dan kuat. Tetapi ujung-ujungnya dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) menyebut ada pihak yang mengklaim tanah saya,” sebutnya.
Welem pun bersurat ke BPN untuk dilakukannya pengembalian batas tanahnya. Dan nama-nama yang muncul sebelumnya mengklaim tanah miliknya tidak ada seperti yang disebut di awal. “Lalu katanya tanah saya tumpang tindih sama istri saya. Kok lucu. Saya dan istri itu tumpang tindihnya di kasur saja,” lanjutnya.