Pro-kontra kenaikan tarif Tol Balsam yang akan diberlakukan sebelum Lebaran terus menuai polemik. Pengusaha mewanti-wanti dampak kenaikan akan merembet ke berbagai sektor. Daya beli masyarakat taruhannya.
BALIKPAPAN-Rencana kenaikan tarif Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) dinilai belum tepat diberlakukan oleh kalangan pengusaha. Salah satu alasan utamanya adalah kualitas jalan bebas hambatan tersebut masih belum memenuhi standar pelayanan minimum (SPM). Belum lagi, jumlah lalu lintas harian kendaraan yang melintas belum sesuai target operator.
Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim Slamet Brotosiswoyo menyampaikan kritik tersebut. Menurutnya, operator Tol Balsam jangan terburu-buru menaikkan tarif. Sebaliknya, fokus membenahi kualitas jalan ambles atau bergelombang di beberapa titik yang menjadi keluhan pengendara selama ini.
“Supaya masyarakat yang menggunakan Tol Balsam menjadi toll minded. Karena seharusnya memang seperti itu,” katanya kepada Kaltim Post, Kamis (6/4). Menurut perhitungan sementara, kata Slamet, jika kenaikan tarif Tol Balsam Rp 16,7 persen, maka nominalnya sekira Rp 20 ribu. Sebelumnya, mengacu keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), rute Tol Balsam dari Gerbang Tol Manggar menuju Simpang Pasir di Samarinda, bagi kendaraan golongan 1 dikenai tarif Rp 117 ribu. Sementara untuk rute terjauh, dengan golongan kendaraan yang sama, dari Gerbang Tol Manggar menuju Simpang Jembatan Mahkota 2 Samarinda, dikenai tarif Rp 125 ribu.
“Sebetulnya itu saja, cukup membebani masyarakat. Dan jika dinaikkan, khawatirnya jumlah pengguna tol akan menurun juga. Makanya harapan masyarakat, justru minta diturunkan tarifnya,” ucapnya. Slamet berharap, meskipun yang melewati jalan tol adalah pengguna kendaraan roda empat yang diasumsikan berpenghasilan tinggi, operator diminta berkoordinasi dengan pengusaha jasa angkutan di Kaltim.
“Segera kami bahas dan koordinasi dengan pengusaha jasa angkutan. Khususnya dalam menyikapi regulasi baru yang diturunkan,” jelasnya. Selain Apindo, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Kaltim juga menyatakan keberatan.
“Kita (ALFI Kaltim) tidak menolak kenaikan karena memang ada aturan hukumnya yang mewadahi tarif tersebut. Hanya, kami belum memahami urgensi pihak penyelenggara jalan tol sehingga kenaikannya lumayan tinggi. Entah apa variabel penentunya yang mereka jadikan acuan,” kata Ketua ALFI Kaltim Mohamad Gobel kepada Kaltim Post, Rabu (5/4).
Jika tarif Tol Balsam dinaikkan, Gobel menyatakan dampaknya akan ke mana-mana. Di antaranya, tarif angkutan mau tidak mau akan menyesuaikan dengan biaya yang bertambah. “Kalau mengenai relevan tidaknya dengan pelayanan Tol Balsam selama ini, menurut kami masih belum sesuai. Tingkat kecelakaannya masih tinggi karena memang masih belum semulus tol yang ada di Pulau Jawa. Makanya yang jadi pertanyaan kami itu, apa urgensinya sehingga penyelenggara jalan tol harus menaikkan tarifnya,” sebutnya.
Sementara itu, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Balikpapan Mubar Yahya menilai wajar tarif Tol Balsam mengalami penyesuaian. Sebab, sejak beroperasi sebagian pada Desember 2019 hingga beroperasi sepenuhnya pada Agustus 2021, operator tol masih memberlakukan tarif lama. “Wajar saja kalau naik. Karena sudah sekian lama, dikasih ‘harga spesial’. Maka sekarang dikembalikan ke harga pasar,” katanya kemarin.
Dia menyebut Organda Balikpapan tidak menolak. “Namanya harga pasar, ya kami setuju saja. Tetapi jangan melebihi harga pasar,” katanya. Diwartakan sebelumnya, PT Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS) selaku operator, akan menaikkan tarif Tol Balsam 16,7 persen. Dasar penyesuaian tarif tol pertama di Kalimantan itu mengacu Pasal 48 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Beleid itu menerangkan bahwa penyesuaian tarif dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi.
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah melalui keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). “Berdasarkan isi keputusan menteri (PUPR) Nomor 398/KPTS/M/2023, pada poin keenam disampaikan bahwa penyesuaian tarif tol mulai berlaku efektif 14 hari kalender setelah keputusan menteri ditetapkan. Paling cepat pada tanggal 10 April 2023,” kata Direktur Teknik PT JBS Nanang Siswanto kepada Kaltim Post, Selasa (4/4).
Dia menambahkan, penyesuaian tarif juga mempertimbangkan kompensasi adanya tambahan lingkup Seksi 1 dan Seksi 5 atau viability gap fund (VGF/dukungan kelayakan pemerintah). Sehingga, kemudian ditetapkan besaran kenaikan 16,7 persen. Meski telah menetapkan persentase kenaikan tarif, Nanang belum memberikan rincian kenaikan tarif di lima seksi Tol Balsam. “Insyaallah setelah persiapan sosialisasi akan kami share detail tarif tersebut. Silakan ditunggu, ya,” kata Nanang.
PT JBS mencatat, selama beroperasi, jumlah lalu lintas harian rata-rata kendaraan Tol Balsam melebihi empat ribu kendaraan per hari. Pada 2020 misalnya, 4.187 kendaraan. Jumlah ini sebesar 40,1 persen dari rencana perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT). Kemudian pada 2021, sebanyak 4.569 kendaraan atau 31,9 persen dari rencana PPJT.