BALIKPAPAN-Kebijakan Izin Membuka Tanah Negara (IMTN) yang menghambat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Balikpapan telah terdengar di Senayan. Komisi II DPR RI yang turut membidangi pertanahan, akan menengahi persoalan itu mengingat PTSL adalah program strategis nasional di bawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Anggota Komisi II DPR RI yang juga wakil Kaltim di Senayan, Aus Hidayat Nur menuturkan, pada prinsipnya, PTSL merupakan program sangat bagus. Sehingga, harus didukung pemerintah di setiap level. Mulai dari lurah, camat, wali kota/bupati, hingga gubernur. Oleh karena itu, sambung dia, harus ada solusi terhadap persoalan yang dihadapi pada program PTSL di Balikpapan.
Menurut politikus PKS itu, salah satu tujuan PTSL adalah, menyelesaikan sengketa pertanahan dan menyukseskan reforma agraria. “Karena ini soal kepentingan rakyat. Problem perbedaan atau bahkan pertentangan aturan pusat dan daerah secara normatif bisa diselesaikan secara sederhana. Karena undang-undang lebih kuat daripada perda (peraturan daerah),” katanya kepada Kaltim Post, Selasa (17/10).
Aus menambahkan, perlu ada sinkronisasi kepentingan antara pemerintah daerah dengan Kementerian ATR/BPN. “Duduk bersama secara nyata jauh lebih baik, daripada saling klaim,” katanya. Lanjut Aus, dirinya bisa memfasilitasi pertemuan tersebut. Berdasarkan laporan Ombudsman RI Perwakilan Kaltim pada Juni 2019 lalu yang diterima Kaltim Post, ditemukan beberapa masalah layanan IMTN di Balikpapan.
Seperti, terdapat aturan yang tidak harmonis/sinkron yang mengatur IMTN. Untuk diketahui, kebijakan IMTN di Balikpapan diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang IMTN atau Perda 1/2014, dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 33 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda 1/ 2014 tentang IMTN (Perwali 33/2017). Temuan Ombudsman lainnya adalah, tidak dilakukannya evaluasi dan peninjauan ulang standar pelayanan, dan tidak adanya pengaturan tarif jasa surveyor dalam membuat titik koordinat.
Kemudian, IMTN dipindahtangankan dan diagunkan, serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan layanan IMTN belum maksimal. Hal ini dipengaruhi rendahnya kesadaran hukum masyarakat, lemahnya kontrol sosial, serta belum tersedianya informasi saluran pengaduan yang dapat digunakan masyarakat. Lebih detail lagi, Ombudsman menemukan potensi malaadministrasi penyelenggaraan layanan IMTN di Balikpapan yang dapat dilihat dari tiga aspek.
Aspek regulasi kebijakan, misalnya. Sebagaimana Pasal 76 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 250 Ayat (1) dan (2) huruf b UU 23/2014, menyebutkan jika penyelenggara pemerintah daerah dilarang membuat perda dan perkada, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hingga terganggunya akses terhadap pelayanan publik dalam penerapannya. Dari temuan Ombudsman RI Perwakilan Kaltim, belum terdapat pengaturan standar layanan IMTN, dan perlu ada penegasan posisi IMTN sebagai salah satu bentuk alas hak dan/atau peralihan hak sebagai syarat pendaftaran tanah pertama kali.
Lalu, aspek penyelenggaraan pada tataran operasional. Terdapat persoalan yang mengindikasikan terjadi malaadministrasi dalam bentuk penyelenggaraan IMTN belum melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap standar pelayanan IMTN (kecuali Kecamatan Balikpapan Barat). Lalu, minimnya jumlah dan kompetensi sumber daya manusia penyelenggara IMTN. Tak hanya itu, klarifikasi dalam proses verifikasi dan validasi permohonan dan sanggahan IMTN, belum terintegrasi dengan Kantah/BPN.
Bahwa Kantah/BPN tidak terlibat dalam peninjauan lokasi yang dilakukan penyelenggara IMTN, juga terdapat perbedaan hasil dan parameter pengukuran antara penyelenggara IMTN dan Kantah/BPN. Kemudian, belum adanya penetapan tarif jasa surveyor untuk membuat titik koordinat. Terakhir, dari aspek pengawasan, terdapat kelemahan-kelemahan yang mengakibatkan terjadinya tumpang tindih dan pemindahtanganan IMTN. Hal ini dikarenakan belum terdigitalisasinya seluruh data IMTN.
Ditambah, belum adanya mekanisme pengawasan pasca penerbitan IMTN. Lalu, belum adanya integrasi pengelolaan sengketa oleh penyelenggara IMTN. Dan juga, belum adanya integrasi pengelolaan pengaduan oleh penyelenggara IMTN. Kantor Perwakilan Ombudsman RI Kaltim lantas menyarankan kepada Pemkot Balikpapan untuk melakukan revisi Perwali 33/2017, berupa revisi rumusan pasal yang tidak harmonis dan sinkron. Dan lampirannya, dengan menambahkan parameter dalam sketsa gambar lokasi IMTN berupa batas-batas bidang tanah, ukuran panjang, lebar dan luasan objek tanah.
Lalu, melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap standar pelayanan IMTN. Serta mendorong asosiasi surveyor menetapkan tarif jasa surveyor dan memublikasi surveyor berlisensi pada tiap penyelenggara IMTN. Juga menetapkan aturan terkait tata cara pengawasan mutasi tanah.
Saran lainnya, melakukan pengelolaan arsip warkah dan risalah riwayat asal usul tanah yang terpusat di DPPR dan sesuai kaidah pengelolaan arsip. Menetapkan aturan terkait tata cara pencabutan IMTN. Meng-update data digital IMTN pada sistem informasi manajemen IMTN, kemudian, peningkatan jumlah dan kompetensi penyelenggara IMTN.
Termasuk melibatkan Kantah/BPN Balikpapan dalam peninjauan lokasi permohonan IMTN. Juga perlunya integrasi antara DPPR dan kecamatan dalam penyelesaian sengketa terhadap permohonan IMTN. Tak hanya itu, perlu adanya pemusatan pengelolaan pengaduan yang diselenggarakan DPPR terhadap seluruh tahapan layanan IMTN di Balikpapan. “Hasil kajian kami dapat menjadi dasar untuk Pemkot Balikpapan meninjau Perwali 33/2017. Jika wali kota Balikpapan mempunyai komitmen untuk memberikan kepastian hukum, maka perlu meninjau kembali Perwali Pelaksanaan Perda 1/2014 itu,” ucap Dwi Farisa Putra Wibowo, kepala keasistenan pencegahan malaadministrasi Ombudsman RI Perwakilan Kaltim.
Diwartakan sebelumnya, akibat IMTN, capaian program PTSL di Balikpapan masih relatif rendah. Hingga Oktober 2023, baru mencapai 20 persen. Padahal, berdasarkan perencanaan kegiatan PTSL untuk tahun 2023, ditargetkan penerbitan 20 ribu bidang sertifikat tanah. Menanggapi hal itu, Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud mengatakan, pemkot sudah memiliki kebijakan mengenai pertanahan berupa IMTN yang juga harus dihormati. Rahmad menyampaikan, Perda IMTN sudah ada sejak ada tahun 2014. “Dia (BPN) kan selalu menyampaikan UU Pertanahan. Kita juga punya Perda IMTN. Yang dibuat berdasarkan regulasi dari kementerian. BPN harus menghargai Perda IMTN itu. Jadi, PTSL wajib IMTN. Karena ada aturannya juga,” ungkapnya. (riz/k15)