• Senin, 22 Desember 2025

Lampu Kuning Fiskal Depresiasi Rupiah

Photo Author
- Kamis, 2 November 2023 | 11:56 WIB
Ronny P Sasmita
Ronny P Sasmita

SAMPAI hari ini, rupiah sangat rentan dan terus terancam melemah mendekati level Rp 16.000 per dolar. Ketidakpastian geopolitik global yang masih tinggi dan ancaman kenaikan suku bunga The Fed yang belum juga mereda menjadi dua persoalan utama yang memosisikan rupiah jadi sulit. Juga mempersempit pilihan-pilihan kebijakan ekonomi di ranah domestik.

Ketegangan geopolitik global akibat dua perang, Rusia-Ukraina (Eropa Timur) dan Israel-Hamas (Timur Tengah), bersamaan dengan semakin sulitnya mencari titik temu geopolitik dan geoekonomi antara Amerika dan Tiongkok di Asia-Pasifik. Hal itu terus-menerus mengirimkan sinyal negatif pada harga komoditas minyak dunia. Dengan kata lain, ancaman kenaikan harga komoditas global sudah di depan mata.

Jika langkah-langkah geopolitik para pemain utama di kancah dunia tak membuahkan kepastian ke arah yang lebih baik, ”rezim harga minyak tinggi” akan datang secara perlahan. Lalu, menggerus ekspektasi ekonomi domestik yang diperjuangkan dalam beberapa waktu terakhir di sini.

Baca Juga: Mengenal Sosok Alex Tirta, Bos Hiburan Malam yang Diduga Sewakan Safe House untuk Firli Bahuri

Hal tersebut berpadu padan dengan semangat hawkish dari Bank Sentral Amerika (The Fed) dalam memandang progres positif yang telah ditorehkan perekonomian Negeri Paman Sam. Akibatnya, probabilitas kenaikan suku bunga The Fed di setiap pertemuan FOMC (Forum Open Market Committee) makin tinggi di waktu-waktu mendatang.

Alhasil, para investor global berlomba-lomba mengamankan aset finansial ke instrumen-instrumen berkategori safe haven. Juga berpacu dalam mencari surat utang murah di pasar keuangan Amerika. Sebagaimana diketahui, setiap kenaikan suku bunga The Fed bakal menekan harga surat utang-surat utang yang diterbitkan sebelum suku bunga dinaikkan. Kondisi itu mengakibatkan harganya serta-merta jatuh.

Mengapa? Sebab, imbal hasil dari surat utang yang diterbitkan sebelum suku bunga naik akan kalah bersaing dengan imbal hasil surat utang yang diterbitkan setelah suku bunga naik. Imbasnya, para pemegang surat utang berimbal hasil suku bunga lama bakal melepaskan aset finansial yang mereka pegang dengan harga yang jauh lebih murah untuk menghindari penurunan nilai aset lebih lanjut akibat semangat hawkish The Fed yang belum juga mereda.

Risiko lanjutannya, dana segar berkategori hot money dari negara-negara emerging market akan ”kepincut” untuk mendapatkan limpahan surat utang murah yang mereka pegang sampai masa maturity period dalam denominasi dolar di satu sisi dan atau ingin mencicipi imbal hasil tinggi dari suku bunga yang terbit setelah suku bunga The Fed naik di sisi lain. Tak pelak, sinyal ancaman capital outflow menyala di negara berkembang seperti Indonesia.

Lantas, pertanyaannya, bagaimana konsekuensinya ke APBN? Karena asumsi rupiah di APBN 2023 masih Rp 14.800 per dolar AS, harus diakui bahwa dampak pelemahan rupiah yang melampaui asumsi memang cukup signifikan pada APBN. Pertama, depresiasi rupiah yang mendekati Rp 16.000 per dolar bakal membuat subsidi BBM bengkak.

Sekalipun misalnya harga minyak dunia masih berada dalam rentang asumsi APBN. Sebab, penghitungan ICP (Indonesian crude price) berdasar mata uang dolar. Jadi, mau tak mau, biaya impor BBM akan naik tajam karena nilai satu dolar tak lagi sesuai dengan asumsi APBN. Hal itu bisa terjadi karena sekitar setengah kebutuhan BBM domestik kita diimpor dari pasar global yang dibayar memakai dolar.

Boleh jadi APBN masih terbilang kuat secara fiskal untuk menahan tekanan depresiasi mata uang Garuda sebagaimana yang dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani baru-baru ini. Namun, penulis cukup yakin para pihak yang bertanggung jawab atas kebijakan fiskal nasional sedang waswas melihat perkembangan kurs mata uang Garuda ini. Bagaimanapun, setiap pelemahan rupiah bakal menggerus kapasitas fiskal nasional, yang semestinya bisa digunakan untuk keperluan pembiayaan pembangunan lainnya.

Masalah fiskal kedua akibat depresiasi rupiah adalah pembengkakan utang luar negeri Indonesia. Hal ini bisa terjadi justru tanpa kenaikan nominal utang dolar Indonesia. Jadi, sekalipun tak ada penambahan utang luar negeri, kurs dolar terhadap rupiah naik tajam sebagaimana yang terjadi hari ini. Otomatis, nominal rupiah yang dibutuhkan untuk membayar satu dolar utang luar negeri juga akan naik sesuai dengan pergerakan harga rupiah. Hal serupa bakal dialami perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam denominasi dolar.

Ilustrasi sederhananya, jika misalnya nilai cicilan utang adalah USD 1.000 dengan asumsi nilai tukar sebelumnya sebesar Rp 14.800 per dolar, nominal rupiah yang dibutuhkan untuk mencicil adalah Rp 14.800.000. Namun, jika rupiah melemah menjadi Rp 16.000 per dolar, mendadak cicilan utangnya di dalam rupiah menjadi Rp 16.000.000. Terjadi pertambahan utang dalam rupiah sekitar Rp 1.200.000 tanpa kenaikan nominal utang dalam dolarnya.

Artinya, secara fiskal, anggaran yang telah ditetapkan di dalam APBN 2023 akan terpakai untuk menutup selisih dua pos anggaran di atas. Pertama, anggaran untuk subsidi BBM akan bengkak tajam karena biaya impor BBM naik. Kedua, anggaran untuk cicilan utang luar negeri juga akan bengkak karena terjadi pertambahan rupiah yang dibutuhkan untuk membayar satu dolar utang luar negeri.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X