• Senin, 22 Desember 2025

Makam Kuno Pemuda K

Photo Author
- Senin, 6 November 2023 | 10:12 WIB
ILUSTRASI
ILUSTRASI

Aku bertemu pria berkacamata dan tampak pemalu itu tepat di saat kejemuanku atas kota ini hampir memuncak.

KEJADIANNYA berlangsung di pengujung dua tahun pandemi yang melumpuhkan, sekitar Januari 2022, persis di ruang depan kantorku yang sarat aroma karbol disinfektan. Di meja tergeletak selembar koran dengan barisan judul berita yang besarnya mencolok mata, tentang akumulasi korban jiwa selama berbulan-bulan masa pembatasan sosial. Belasan juta jumlahnya di seluruh dunia. Aku menghela napas di sebalik masker, memalingkan pandang ke kaca pintu, dan kulihat dia berdiri di luar sana, melambaikan salam pertanda ingin bertamu.

Demi beberapa alasan aku ingin menyebutnya sebagai Pemuda K dan tak perlu waktu lama untuk menyadari bahwa dia seorang warga keturunan. Dia bahkan menyematkan nama marganya sebagai panggilan sehari-hari.

Bukan latar belakangnya yang membuatku tertarik, melainkan suatu obsesi yang tersirat sepanjang perbincangan. Kedatangannya menawarkan kongsi bagi usaha perhotelan tempatnya bekerja, yang selama pandemi ini terpukul hebat dari sisi ekonomi, tentu saja aku sambut dengan baik –meski yang bisa kulakukan hanyalah berjanji merekomendasikan penginapannya kepada para rekanan kami kelak. Di luar itu, akibat sedikit saja pertanyaan kecil tentang hobinya, Pemuda K ternyata begitu lincah bercerita perihal komunitas unik yang selama dua bulan ini dia ikuti: kelompok pemburu makam kuno.

”Ini tidak semengerikan yang Mbak bayangkan. Banyak makam yang dibuat begitu megah dan indah, apalagi bong China. Dan maksud kami sama sekali bukan klenik atau mistis. Awalnya kami napak tilas makam para tokoh, lantas kami kepingin tahu, apakah tidak mungkin suatu desa juga punya sosok yang mereka hormati dan nisannya dirawat turun-temurun,” katanya dengan tutur kata yang santun. ”Di lain waktu kami mencari makam mana yang lebih tua, dan dilupakan orang.”

”Apa yang kalian lakukan ketika mendapati makam yang seperti itu? Yang dilupakan itu?”

”Kami membersihkannya,” tatapannya saat menjawab pertanyaan tadi tampak menyala-nyala. ”Kami mau kasih hormat buat mereka yang sudah meninggal.”

Selama hampir satu jam berikutnya Pemuda K mengisahkan perjalanan mereka ke kawasan pekuburan Mrisi, daerah di tepian Jogja, menjelajahi perkampungannya sembari bertanya kepada para penduduk di mana letak makam-makam lama, menjumpai satu atau dua bong China lawas, mendokumentasikannya dari berbagai sisi, dan seluruhnya tersimpan di gawai. Dalam pertemuan yang rasanya tak berkesudahan itu, dia menunjukkan deretan potret makam, ada yang megah seperti yang diceritakannya. Beberapa yang lainnya merekam nisan dengan huruf-huruf Tionghoa yang pudar, patung liong yang retak, altar batu tho ti kong atau Dewa Bumi beserta rumput ilalang di sekelilingnya.

Seorang teman pernah berkisah bahwa bong China umumnya dibuat begitu besar dan mewah oleh pihak keluarga sebagai bekal sang mendiang di alam sana. Katanya, tak jarang makam-makam itu dipenuhi perhiasan, benda kesayangan, bahkan percaya atau tidak, dilengkapi kolam renang. Bukannya angker, pekuburan Tionghoa pun boleh jadi tempat pelesir.

Tapi, foto-foto makam yang tampak terbengkalai itu menarik perhatianku. Alih-alih semacam kesepakatan kerja sama, perjumpaan kami ditutup dengan sebuah janji blusukan di sebuah akhir pekan.

Bila aku mengingat-ingat kembali, pengalaman kami menelusuri makam-makam lama tidak ubahnya sebuah petualangan tersendiri. Itu kali pertama aku keluar bepergian, terutama seusai periode pandemi, dan momen kami memasuki pedusunan, menjejakkan kaki di gang-gang kampung, juga menyusuri jengkal demi jengkal tanah makam, entah mengapa bagiku serupa pelepasan dari suatu pemenjaraan.

Saat kami menaiki tangga batu ke kuburan Tan Jin Sing, seorang kapitan China di Jogja pada 1803–1813, berlokasi sekitar Madukismo, aku mendapati betapa hidupnya kawasan itu dengan aneka rupa tumbuhan. Begitu juga serangga. Nyamuk silih berganti menusuk kulit kami, sebagaimana semut beriringan di sela rerumputan. Kenyataan-kenyataan itu membangkitkan kerinduanku akan alam semesta, sesuatu yang selama ini luput dihayati karena begitu terperangkap ketakutan dan kecemasan akan kematian.

Makam Tan Jin Sing sendiri tampak teduh di atas bukit. Kami tidak bisa memasuki kompleksnya lebih jauh, apalagi sampai menyentuhnya. Ada gembok terkunci di pintu. Berbeda dengan Pemuda K yang dilingkupi penasaran akan rangkaian huruf pada nisan –adakah tertulis di situ nama-nama sanak keluarganya– diriku lebih diresapi perasaan lengang. Berkebalikan dengan hidupnya segala hayati di sekitar, makam yang berpagar itu menerbitkan tanda tanya: kuburannya terbilang luas dan kenyataan bahwa kami tak dapat menjenguknya, menggambarkan kematian sunyi yang ditakdirkan kepadanya, bahkan sekian abad setelah dia meninggal.

Sedikit demi sedikit aku pun mengetahui siapakah sebenarnya Pemuda K ini, dan mengapa dirinya sedemikian terobsesi pada makam-makam kuno. Kami tidak bepergian setiap akhir pekan, tapi selalu dalam kesempatan menjelajah itu, entah ke wilayah seperti Bintaran, sepanjang lembah Kali Code tempat dahulu pemakaman Tionghoa berada dan kemudian tergusur, sampai ke dusun-dusun lain, dia mulai membuka sejarah masa lalunya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X