WASHINGTON - Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) akan bergulir pada 2024 mendatang. Partai Demokrat dan Republik telah mengumumkan kandidatnya masing-masing untuk dicalonkan sebagai presiden pada pemilu mendatang.
Partai Demokrat berencana mengusung kembali Joe Biden untuk kedua kalinya pada ajang pemilihan mendatang. Sementara itu, Partai Republik juga kembali mencalonkan Donald Trump.
Pada Pemilu AS 2024, Trump diyakini bakal menang melawan Joe Biden berdasarkan hasil survei yang telah dirangkum oleh Reuters. Trump mengungguli pesaing-pesaingnya dalam nominasi presiden dari Partai Republik dengan selisih hampir 50 poin persentase dalam jajak pendapat nasional.
Hal ini merupakan sebuah kebangkitan luar biasa bagi presiden yang baru menjabat satu periode, yang tiga tahun lalu tampak kalah dan terhina. Pria 77 tahun tersebut sebelumnya telah didakwa dua kali karena mencoba menggagalkan peralihan kekuasaan secara damai, setelah kalah dalam pemilihan presiden tahun 2020.
Ia menghadapi sejumlah dakwaan dalam berbagai kasus kriminal, dan para pengkritiknya memperingatkan bahwa dia berencana untuk memerintah sebagai seorang otokrat.
Berikut beberapa alasan mengapa Trump bisa memenangkan pemilu November 2024 melawan petahana dari Partai Demokrat Joe Biden, seperti dirangkum oleh Reuters.
Pertama, perekonomian pada masa Trump lebih baik. Sementara Biden berpendapat bahwa perekonomian berada dalam kondisi yang baik, dengan pengangguran turun ke level terendah dalam sejarah sebesar 3,9% dari 6,3%.
Akan tetapi sebagian besar masyarakat, termasuk pemilih kulit berwarna dan pemilih muda, berpendapat sebaliknya. Mereka menunjuk pada upah yang tidak sebanding dengan biaya barang dan jasa penting seperti bahan makanan, mobil, rumah, perawatan anak dan orang tua.
Ketika Biden berbicara tentang perekonomian, orang Amerika memikirkan keterjangkauan, bukan indikator ekonomi. Jajak pendapat menunjukkan bahwa sebagian besar pemilih memandang Partai Republik sebagai pengelola perekonomian yang lebih baik, meskipun Trump hanya memberikan usulan yang tidak jelas.
Kedua, Trump pandai meyakinkan rakyat. Para pemilih merasa tidak tenang karena alasan-alasan yang jauh melampaui masalah ekonomi. Trump menyampaikan kekhawatirannya, baik nyata maupun tidak, yang dialami oleh banyak warga kulit putih Amerika di negara yang semakin beragam dan semakin progresif secara budaya.
Terdapat juga perasaan kehilangan pijakan yang meluas bahwa landasan kehidupan Amerika kepemilikan rumah, upah yang layak yang sejalan dengan inflasi, pendidikan perguruan tinggi menjadi semakin sulit dijangkau oleh banyak orang.
Jajak pendapat menunjukkan para pemilih khawatir akan kejahatan dan khawatir dengan arus migran yang melintasi perbatasan AS-Meksiko secara ilegal. Trump mahir menyalurkan dan mengemas ketakutan tersebut, namun tetap menampilkan dirinya sebagai orang yang berasal dari luar sistem politik AS.
Dia adalah pelaku pembakaran dan pemadam kebakaran, yang menyatakan negara sedang dalam kekacauan dan kemudian menawarkan dirinya sebagai penyelamat.
Ketiga, kebijakan internasional Biden tidak disukai. Biden dibebani dengan serangkaian perang asing yang telah memecah belah warga Amerika. Para pemilih takut akan keterlibatan AS lebih lanjut di Ukraina atau Israel. Sementara Biden mempertahankan kebijakan luar negeri Amerika yang lebih tradisional dan intervensionis. (jpg/kri)