Oleh:
Zulfadli
Pegawai Bankaltimtara/Alumni HMI Samarinda
DEBAT kandidat pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) Republik Indonesia masa bakti 2024–2029 telah tiga kali dilaksanakan. Sesuai dengan amanah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sebagai bagian dari kegiatan masa kampanye Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar debat lima kali.
Tiga kali untuk debat capres dan dua kali untuk cawapres. Debat pertama dilaksanakan pada 12 Desember 2023, peserta debatnya adalah capres dengan mengangkat tema pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Debat kedua pesertanya adalah cawapres, diadakan 22 Desember 2023 dengan tema ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur dan perkotaan. Teranyar, 7 Januari 2024 debat ketiga dengan peserta capres. Tema yang diangkat adalah pertahanan, keamanan, hubungan internasional dan geopolitik.
Tersisa dua debat lagi yang akan diadakan pada 21 Januari 2024 dengan peserta cawapres dan terakhir pada 4 Februari 2024 yang diikuti oleh capres.
Dalam KBBI, debat diartikan sebagai pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Istilah tersebut merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu debate yang berarti diskusi serius atas sesuatu hal.
Diskusi serius tersebut dihiasi afirmasi dan negasi yang menekankan pentingnya argumentasi dan demonstrasi. Debat dalam artian tersebut bukanlah sebuah perlombaan sebagaimana yang sering diadakan sekolah-sekolah atau kampus. Namun sebagai upaya membangun kesadaran untuk menyelesaikan persoalan.
Ada dua istilah yang sering berkaitan dengan kata debat, yakni dialektika dan retorika. Dialektika dalam KBBI didefinisikan sebagai hal berbahasa dan bernalar dengan dialog sebagai cara menyelidiki suatu masalah. Sedangkan untuk retorika, KBBI mengartikannya sebagai keterampilan berbahasa secara efektif.
Dialektika sebagai keterampilan dialogis yang berbasis nalar dan tata bahasa dihadapkan dengan retorika yang menghadirkan wacana panjang lebar dan acapkali abai tentang logika. Retorika hanya mementingkan efektivitas perkataan untuk meyakinkan orang lain atas pendapatnya sendiri, ia tidak segan-segan memuji atau juga mengutuk pendapat orang lain.
Retorika menarik massa dengan aspek emosional dan faktor-faktor irasional. Pada konteks retorika inilah debat dilihat dengan menang-kalah, ia merasa menang jika dapat menjatuhkan lawannya dan dengan begitu ia berharap mendapat dukungan massa.