TANJUNG REDEB – Maraknya dugaan praktik penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di wilayah perairan Kampung Teluk Semanting hingga Kampung Kasai memicu keresahan besar di kalangan nelayan pesisir Kabupaten Berau. Namun, masyarakat harus menelan kekecewaan karena pemerintah daerah kini tidak lagi memiliki "taring" untuk melakukan penindakan langsung.
Berdasarkan regulasi terbaru, kewenangan teknis dan penegakan hukum di wilayah perairan telah ditarik ke tingkat provinsi. Hal ini membuat Dinas Perikanan Kabupaten Berau kini hanya berfungsi sebagai pengumpul informasi.
Isu ini mencuat ke permukaan setelah sejumlah nelayan menyampaikan keluhan langsung kepada anggota DPRD Berau yang tengah melakukan reses di wilayah tersebut. Para nelayan melaporkan adanya aktivitas penangkapan ikan yang merusak ekosistem, yang jika dibiarkan akan mengancam mata pencaharian mereka di masa depan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Berau, Abdul Majid, mengakui adanya keterbatasan wewenang yang diatur oleh undang-undang.
“Kami mengakomodir laporan nelayan, namun secara kewenangan kami tidak bisa melakukan penindakan. Tugas kami saat ini hanya melaporkan temuan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltim,” ungkap Abdul Majid.
Majid menjelaskan bahwa sebelumnya pemerintah kabupaten memiliki tim pengawas kelautan dan Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang mandiri. Namun, pasca perubahan aturan, sumber daya tersebut hanya bisa digerakkan berdasarkan instruksi atau permintaan dari pemerintah provinsi.
Koordinasi yang bersifat administratif ini dinilai menciptakan kendala tersendiri, mengingat jarak dan rentang kendali antara Kabupaten Berau dengan Ibu Kota Provinsi di Samarinda cukup jauh.
“Aturan harus dijalankan karena kita menghormati asas, meskipun kami menyadari rentang kendali antara kabupaten/kota dengan provinsi cukup sulit untuk merespons kejadian secara instan,” pungkasnya.
Saat ini, Dinas Perikanan Berau hanya bisa bertindak sebagai jembatan informasi. Setiap laporan dari masyarakat pesisir akan didata dan diteruskan ke DKP Provinsi Kalimantan Timur untuk ditindaklanjuti secara hukum oleh pihak berwenang, seperti Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) atau Polairud.
Kondisi ini menjadi catatan penting bagi masyarakat pesisir agar tetap melaporkan setiap pelanggaran yang terlihat, meski proses penindakan kini harus melalui birokrasi yang lebih panjang di tingkat provinsi. (as)