kalimantan-barat

DPRD Kalbar Dukung Penolakan Petani, Satgas Penertiban Hutan Diminta Beri Solusi Bukan Hanya Penyegelan

Kamis, 21 Agustus 2025 | 09:50 WIB
SEGEL : Plang penyegelan oleh Satgas PKH yang dilakukan di salah satu desa di Kabupaten Sanggau. Disebelahnya terdapat pula plang penolakan warga sekitar. (Doc. Apkasindo Kalbar)

PONTIANAK- Aksi penyegelan lahan sawit oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) di Kalimantan Barat menuai perlawanan dari masyarakat dan dukungan dari legislator. Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Fransiskus Ason, menegaskan dukungannya terhadap penolakan masyarakat jika pemerintah tidak memberikan sosialisasi dan solusi yang jelas.

Menurut Ason, penertiban tanpa pendekatan yang humanis justru akan menimbulkan masalah sosial baru. "Saya mendukung penolakan dari masyarakat kalau Tim PKH tidak melakukan sosialisasi dan memberi solusi bagi kehidupan masyarakat di kawasan hutan itu,” ucapnya.

Baca Juga: Penyegelan Lahan Sawit di Kalbar Picu Keresahan, Petani Seolah 'Mencuri di Lahan Sendiri'

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Apkasindo, Indra Rustandi, yang mempertanyakan janji awal pemerintah yang akan menyasar perusahaan, bukan petani kecil. Indra juga bingung mengenai nasib lahan pekebun rakyat yang disegel, karena tidak ada kejelasan tentang pengelolaannya di masa depan. Permintaan ini menegaskan pentingnya dialog dan solusi komprehensif dari pemerintah agar penertiban kawasan hutan dapat berjalan tanpa merugikan rakyat.

TUMPANG TINDIH

Implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan menuai kritik pedas karena dinilai tidak jelas dan tumpang tindih di lapangan. Alih-alih hanya menyasar perusahaan besar, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) justru juga menyegel lahan milik pekebun sawit rakyat.

Ketua Apkasindo, Indra Rustandi, mengungkapkan bahwa banyak kebun rakyat yang disegel berada di lahan eks HGU (Hak Guna Usaha) dan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang sebelumnya sudah ditinggalkan. “Memang salah, tetapi pemerintah tidak serta merta mematok begitu. Dari batasnya, sosialisasikan dulu, seharusnya begitu,” ujarnya.

Kebijakan ini menimbulkan kebingungan dan konflik, karena berbeda dengan penanganan lahan perusahaan yang jelas akan diserahkan ke BUMN seperti PT Agrinas. Ketidakjelasan nasib lahan yang disegel membuat petani khawatir dan merasa tidak dilindungi. Tumpang tindih kebijakan ini menyoroti perlunya revisi atau setidaknya pendekatan yang lebih bijak dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah agraria tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat. (*)

Terkini