PT Antang Gunung Meratus berniat meningkatan kapasitas pertambangan batu bara di beberapa daerah di banua. Tak seperti Hulu Sungai Tengah (HST yang tegas menolak, Hulu Sungai Selatan masih memperbolehkan asalkan perusahaan melakukan sesuai aturan.
---
Wilayah konsesi PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) PT Antang Gunung Meratus tak hanya meliputi HST, melainkan tiga daerah lainnya, yaitu Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS),
Bupati HSS Achmad Fikry sendiri agak lunak menanggapi hal ini. Dia mengatakan dirinya tidak berada dalam posisi setuju atau tidak. Karena di wilayah Kabupaten HSS, PT Antang Gunung Meratus sudah beroperasi lama sebelum dirinya menjadi bupati.
Karena itu, jika ada penambahan produksi, PT Antang Gunung Meratus harus melakukan kesepakatan dengan masyarakat supaya menjaga kelestarian alam dan lingkungan, sehingga ramah lingkungan. “Silakan beroperasi asal sesuai ketentuan,” ujar Fikry, Rabu (27/2).
Rencana peningkatan produksi batu bara akan dilakukan PT Antang Gunung Meratus (AGM) dari 10 juta menjadi 25 juta ton per tahun juga ditanggapi Wakil Ketua Komisi III DPRD HSS Bidang Infrastruktur dan Keuangan, Yuniati. Dia mengatakan jika rencana peningkatan produksi tersebut memenuhi aturan, jajarannya di Komisi III menerima saja.
Ketua DPC PKB HSS ini mengatakan perusahaan tetap menjaga kelestarian alam dan hasil pertambangan dapat membantu pembangunan di Kabupaten HSS. “Sehingga hasil bumi yang dikeruk bermanafaat untuk masyarakat setempat,” ujar perempuan yang juga sebagai Ketua Fraksi PKB ini, Kamis (28/2).
Senada, Ketua umum Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Kalimantan Selatan (LMMD-KS) Dana Lumur mengatakan produksi batu bara berapapun tidak ada masalah bagi pihaknya. Asal dilakukan sesuai dengan aturan dan dengan cara yang benar. Serta dapat memberikan keuntungan yang besar bagi warga sekitar tambang. “Tidak dilakukan dengan menyerobot lahan masyarakat dengan ganti rugi yang minim,” uujarnya.
Dana menilai, selama ini bantuan PT AGM terhadap masyarakat Kabupaten HSS, masih minim. Corporate Social Responsibility (CSR) yang disalurkan pun bisa tidak tepat sasaran. “Karena kadang-kadang bisa jatuh ke tangan oknum tertentu,” ucapnya. Sementara masyarakat sekitar tambang hanya menikmati lubang besar dan kerusakan lingkungan yang tidak kecil.
Sekretaris LSM Gerakan Anak Banua Ingin Maju (Gabik) HSS, Faturrahman, menilai ada baiknya eksplorasi wilayah Kabupaten HSS sebaiknya dipending dulu. “Fokuskan dulu ke tahap pemulihan atau reklamasi yang sudah ditambang di wilayah lain,” ujarnya.
LSM Gabik HSS yang bernaung dibawah persatuan LSM Kalimantan ini mengatakan pihaknya tidak menghambat pertambangan, asalkan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku dengan meminalisir dampak negatif pertambangan. “Jangan lubang lama belum ditutup, malah lubang baru dibuat,” ucapnya.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (Dispera KPLH) HSS, MK Saputra mengatakan sejauh ini jajarannya belum ada menerima tembusan permohonan perubahan Amdal peningkatan produksi. “Belum ada menerima tembusannya lagi,” ujarnya. (shn/ema)