BANJARMASIN - Umat Hindu di Banjarmasin merayakan Nyepi untuk Tahun Baru Saka 1943, kemarin (14/3).
Di Pura Agung Jagat Natha di Jalan Gatot Subroto, Banjarmasin Timur, Sabtu (13/3), ada upacara Mecaru dan Tawur Kesanga. Seperti perayaan hari raya agama lainnya, ritual digelar dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kalsel, I Ketut Artika mengatakan, tak terasa sudah dua kali pihaknya menggelar upacara di tengah pandemi.
Seluruh umat yang hadir diimbau mengenakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan sebelum memasuki pura. "Sama-sama menjaga agar tak muncul klaster baru," ujarnya.
Kembali pada perayaan Nyepi ini, apa makna Mecaru dan Tawur Kesanga?
Ketua Pengurus Pura Agung Jagat Natha, I Wayan Karyana menjelaskan, upacara Mecaru untuk menetralisir segala macam hal negatif sebelum memulai sembahyang. Agar proses sembahyang umat Hindu bisa lebih khidmat.
"Agar saat Tawur Kesanga atau upacara puncak sebelum menyambut hari raya, tidak ada gangguan dari alam bawah. Jadi Tawur Kesanga dilakukan seusai Mecaru," jelasnya.
Seusai kedua upacara digelar, barulah dilanjutkan Catur Brata Penyepian tepat di hari rayanya. Dimulai sejak jam 6 pagi, hingga jam 6 pagi keesokan harinya. Selama 24 jam.
I Wayan menerangkan, saat menjalani Nyepi, ada empat hal terlarang. Tidak boleh dilakukan. Yakni Amati Geni atau tidak menghidupkan api, Amati Karya atau tidak bekerja, Amati Lelungan atau tidak bepergian, dan Amati Lelanguan atau tidak bersenang-senang.
"Semata-mata agar umat bisa merenungkan apa yang telah diri lakukan selama setahun yang lewat. Sesudah itu, atau hari Senin nanti, baru boleh beraktivitas kembali," jelasnya.
Seperti umat lainnya, I Wayan mengutarakan doa agar pandemi lekas berlalu. Agar kehidupan bisa kembali berjalan normal. (war/fud/ema)