BANJARMASIN - Suhu politik menjelang pemungutan suara ulang (PSU) Pilwali Banjarmasin memanas, menyusul rencana tim hukum kandidat Ibnu Sina-Arifin Noor untuk mempolisikan ulama.
Konflik itu membuat Habib Faturrahman Bahasyim prihatin. Pimpinan Majelis Taklim Al-Mahabbah itu menyayangkan insiden tersebut.
"Saya sangat prihatin, karena menyeret-nyeret ulama ke dalam politik, bahkan sampai ke ranah hukum," ujarnya.
Dia berharap, kedua belah pihak duduk bersama. Menyelesaikan lewat islah (perdamaian).
Diingatkannya, pemilu hanya datang lima tahun sekali. Jangan sampai menimbulkan pertikaian berkepenjangan.
Habib Fatur mengaku mengenal kedua kandidat, begitu pula dengan penceramah yang dilaporkan. "Saya yakin persoalan ini dapat diselesaikan tanpa harus ke ranah hukum," tambahnya.
Soal pernyataan yang menyakitkan, menurutnya mungkin saja. Karena karakter ulama beragam, dari yang lembut, sedang dan keras. "Kalau sedikit-sedikit dibawa ke kantor polisi, marwah (harga diri) ulama bisa hilang," tegasnya.
Diakuinya, tak ada salahnya ngotot dalam mendukung salah satu kubu, tapi tetap ada batasannya. "Selesaikan dengan kepala dingin. Saya rasa semuanya bisa saling tabayyun (mengkonfirmasi)," tutup habib.
Diwartakan sebelumnya, Bawaslu Banjarmasin dan Sentra Gakkumdu menyatakan, dalam laporan tersebut, benar terjadi pelanggaran. Yakni berkampanye menjelang PSU.
Tapi soal fitnah atau ujaran kebencian, apalagi yang mengarah pada SARA, sulit dibuktikan. Terlapor adalah UAS yang berceramah di wilayah PSU di Banjarmasin Selatan, beberapa waktu lalu.
Tim hukum kubu petahanan Kurniawan kemudian melayangkan somasi. Memberikan kesempatan kepada terlapor untuk memberikan klarifikasi. "Apabila batas waktunya lewat, kami akan laporkan ke kepolisian," ujarnya. (gmp/fud/ema)