BANJARMASIN – Penghapusan mural di tembok eks pagar Pelabuhan Marla dikomentari mahasiswa.
Menteri Advokasi Dewan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari, Fahriannor menyatakan, tak ada pembenaran atas tindakan Satpol PP Banjarmasin.
Diingatkannya, kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat melalui karya seni dijamin undang-undang.
“Justru penghapusan mural itu melabrak konstitusi,” ujarnya kemarin (22/8).
Fahri menyitir Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 ayat 3. Bunyinya, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Lalu, Indonesia juga telah meratifikasi pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik lewat UU Nomor 12 Tahun 2005.
“Jika warga memanfaatkan saluran seni untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah mengenai kondisi yang sedang terjadi, itu wajar-wajar saja,” ulasnya.
Taruhannya adalah kemunduran demokrasi. Kalau pemerintah sudah anti kritik dan masyarakat ketakutan, maka takkan ada lagi kontrol terhadap pemerintah.
Ia juga mengajak pemko untuk menengok sejarah. Dalam foto-foto zaman revolusi, terekam corat-coret di dinding. Isinya, propaganda mendukung kemerdekaan republik dan melawan penjajah.
Fahri berharap, dengan penghapusan kemarin, para pelukis mural takkan tiarap.
Beberapa tahun terakhir, mural atau grafiti memang semakin mudah ditemukan di sudut-sudut kota. Dalam pandangannya, mural dan grafiti berbeda dengan vandalisme. Ini karya seni urban, bukan perusakan fasilitas umum.
Maka, menurutnya mural justru memperindah kehidupan di tengah kota-kota besar. “Jangan sampai ruang kebebasan di Bumi Kayuh Baimbai tergerus,” tutup Fahri. (gmp/fud/ema)