Guru, orang tua dan wali siswa, serta Dinas Pendidikan punya pekerjaan rumah (PR) besar yang belum terselesaikan. Di lingkungan sekolah, anak-anak masih menghadapi bullying (perundungan).
Baca Juga: Kasus Penusukan di Smaven Banjarmasin, Ayah Korban: Tak Ada Bully
Mengacu data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Banjarmasin, sepanjang 2023 kemarin terjadi 24 kasus perundungan di sekolah.Rinciannya, 15 kasus menimpa siswi perempuan, sembilan kasus terhadap siswa laki-laki. Menurun dibanding 2022. Di mana 15 kasus perundungan menimpa siswi dan 15 kasus menimpa siswa.
Baca Juga: Tukang Cat Pakai Tenaga Asing, Timnas AMIN Janjikan Perubahan Aturan Perburuhan
"Turun enam kasus," kata Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Banjarmasin, Susan, (25/1).Dijelaskannya, korban bullying itu terbesar merata dari TK, SD, SMP, hingga SMA. Hasil penelusuran Satgas PPA di lapangan, bentuk bullying berupa saling ejek yang berujung perkelahian.
"Mulanya saling olok, sudah tak tahan, akhirnya memukul," ujarnya. Diceritakan Susan, dalam sebuah kasus, siswa baku hantam saat apel bendera. Setelah dikorek-korek, si pemukul mengaku emosi lantaran terus menerus diolok-olok.
Usai dimediasi, akhirnya kedua siswa beserta orang tuanya mau berdamai. Kasus ini tidak sampai dilaporkan ke polisi. "Pelaku sebenarnya korban juga," tukasnya.
Menurutnya, ini bisa menjadi pelajaran, agar bercanda jangan berlebihan. Dari puluhan kasus tersebut, apakah ada siswa yang sampai berhenti atau pindah sekolah? Susan menjawab tidak ada.
"Bullying bukan hanya tugas guru BK (bimbingan konseling) saja, tapi semua guru sekolah. Ketika melihat ada hal seperti itu, langsung tegur atau dinasihati," tutupnya. (*)