• Senin, 22 Desember 2025

KDRT di Banjarmasin Meningkat: Kalau Bukan Masalah Ekonomi, Ya Selingkuh

Photo Author
- Jumat, 19 Januari 2024 | 13:02 WIB

Angka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Banjarmasin pada tahun 2023 menunjukkan sedikit kenaikan. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Banjarmasin, tahun kemarin mencapai 53 kasus. 

Rinciannya, 21 kasus kekerasan fisik dan 32 kekerasan psikis yang menimpa perempuan (istri). Dibanding 2022, hanya terjadi kenaikan satu kasus. Sebab di tahun itu tercatat 52 kasus. Rinciannya, 23 kasus kekerasan fisik dan 29 kasus kekerasan psikis. Namun, jika datanya digali lebih dalam dan menyeluruh, cenderung terjadi penurunan.  Pada 2023 total mencapai 91 kasus. Rinciannya, 21 kasus kekerasan fisik dan 32 kekerasan psikis yang menimpa perempuan. 

Lalu, tujuh kasus kekerasan fisik dan 15 kasus kekerasan psikis yang menimpa anak perempuan. Kemudian, tujuh kasus kekerasan fisik dan sembilan kasus kekerasan psikis yang menimpa anak laki-laki. Sedangkan pada 2022, total 104 kasus. Rinciannya, 23 kasus kekerasan fisik 29 kasus kekerasan psikis yang menimpa perempuan.

Kemudian, 10 kasus kekerasan fisik dan 15 kasus kekerasan psikis yang menimpa anak laki-laki. Selanjutnya, 12 kasus kekerasan fisik dan 15 kekerasan psikis yang menimpa anak perempuan. Khusus terkait peningkatan kasus KDRT, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Banjarmasin, Susan angkat bicara.

Dalam penilaiannya, ada dua faktor yang paling menonjol: masalah ekonomi dan dugaan perselingkuhan. Ditekankannya, KDRT memiliki banyak jenis. Bukan hanya pemukulan terhadap si perempuan atau istri. Bisa juga terjadi dalam bentuk tindakan lain.

"Yang kerap kami temui adalah penelantaran dan eksploitasi anak. Sedangkan yang menimpa perempuan, juga ada kasus tidak diberi nafkah," jelasnya, Rabu (17/1).  "Ekonomi menjadi pemicu ketika misalnya sang istri meminta uang ke suami, tapi tidak ada dan jadi ribut," bebernya. "Dari pertengkaran hingga keluar kata-kata yang mengganggu psikis," sambungnya.

Untuk dugaan perselingkuhan, Susan melihat, mayoritas menimpa pasangan yang rumah tangganya baru berusia 5-10 tahun. Sementara pada usia pernikahan di atas 10 tahun, kebanyakan murni karena persoalan ekonomi. "Tapi syukurnya kebanyakan kasus berakhir damai seusai kami mediasi," klaimnya. Lalu bagaimana ketika anak-anak yang menjadi korban? Susan mengklaim, kasusnya juga mengalami penurunan berkat gencarnya edukasi ke sekolah-sekolah.

"Kami bikin sesi dengan murid. Ada juga sesi buat para guru dan orang tua. Penanganan atau pencegahan harus kita lakukan bersama-sama," tuntasnya.  (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Kabupaten Banjar Sumbang Kasus HIV Tertinggi di Kalsel

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:10 WIB
X