Pernah berjaya dua dekade lalu, Plaza Amuntai meredup. Perlu upaya jitu untuk membangkitkannya kembali.
***
AMUNTAI - Rahma termasuk sedikit pedagang masih bertahan di Plaza Amuntai. Ia berdagang makanan.
Lokasinya di lantai dasar, di sebelah kiri depan pintu masuk. Selain Rahma, ada dua lagi pedagang makanan berdekatan dengannya di area parkiran plaza yang berada di Jalan Basuki Rahmat tersebut. Ada pula pedagang pakaian dan arena anak. Dari tujuh lapak di area parkiran itu, sisanya dalam kondisi kosong. "Kalau hari biasa, dapat pembeli saja sudah syukur. Tapi, pas libur hari raya ini (Idulfitri, red), ada lah keuntungan untuk kami hidup," ucap Rahma.
Sudah banyak tenant yang kosong di dalam Plaza Amuntai. Termasuk kios pedagang kecil di lantai dasar plaza. Kalau masuk ke dalam, terlihat bangunan sudah kurang bersih. Naik ke lantai dua dan tiga, pemandangan sepi juga terlihat. Apabila sore menjelang malam, suasana bangunan ini baru agak ramai. Itu karena ada arena biliar.
Namun, keberadaan arena biliar itu juga menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat HSU yang dikenal sangat agamais. Ini karena faktor wanita yang mengenakan pakaian minim dan ketat.
Warga Amuntai, Miji termasuk enggan ke Plaza Amuntai. “Pertimbangan itu (arena biliar, red) yang membuat saya malas ke plaza tersebut. Di samping tak semenarik dulu saat tahun 2006, awal-awal plaza hadir,” ujarnya.
Staf permainan biliar di plaza tersebut, Roy menegaskan selain kegiatan biliar, tidak ada aktivitas lain. Kalau toh ada perempuan, cuma petugas pengatur dan menyusun bola para pengunjung. "Kami hanya menyiapkan arena bermain biliar saja. Tidak ada yang lain," ungkapnya.
Warga Amuntai lainnya, Mia menyarankan pengelolaan pasar modern ini lebih jitu melihat peluang. Misalkan mengundang investor cinema untuk membuka bioskop. “Kalau ada bioskop, saya rasa bisa ramai lagi bangunan plaza yang pernah tersohor tersebut,” yakinnya. (*)