Jalan yang rusak terdiri dari 22 ruas utama dan 5 sub ruas. Sedangkan jalan strategis provinsi yang rusak berjumlah 6 ruas, dengan panjang 60,5 kilometer atau sekitar 7,7 persen dari keseluruhan.
Selain rusaknya jalan di beberapa titik, di puluhan ruas jalan tersebut juga ditemukan sejumlah jembatan dan box culvert yang rusak. Pemprov Kalsel pun perlu anggaran besar untuk menanganinya.
Di sektor pertanian, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel mencatat, ada 90.000 hektare sawah yang terendam. Dari luasan tersebut, 38.400 hektare di antaranya dipastikan tanaman padinya mengalami puso atau gagal panen.
Lalu untuk peternakan, Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalsel mencatat, sektor ini mengalami kerugian Rp8.388.595.000. Kerugian besar terjadi dikarenakan sejumlah hewan ternak hanyut diterjang banjir. Mulai dari sapi, kerbau, kambing hingga ayam. Termasuk kerusakan pada kandangnya.
Dari sejumlah daerah yang diterjang banjir, ada tiga kabupaten/kota yang mengalami kerugian di sektor peternakan paling besar: Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Tanah Laut dan Kota Banjarbaru. Di tiga daerah ini ada ribuan hewan ternak yang terdampak banjir.
Sedangkan perkebunan tercatat merugi Rp7.144.480.000, karena ada sejumlah komoditas tanaman yang terdampak banjir. Seperti, karet, sawit, kelapa dalam, kopi dan lada. Beberapa unit pengolahan dan infratruktur seperti jalan dan jembatan kebun juga rusak akibat tergenang banjir.
Di sektor ini, kerugian paling banyak dialami oleh para pekebun di Kabupaten Banjar dan Hulu Sungai Tengah. Dua daerah ini memang banjirnya paling besar, sehingga perkebunan yang terendam juga banyak.
Melihat dahsyatnya banjir, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kemudian menganalisa penyebabnya. Berdasarkan hasil analisis sementara, menunjukkan bahwa faktor utama bencana ini ialah tingginya curah hujan.
"Normal curah hujan Januari 2020 sebesar 394 milimeter. Sedangkan curah hujan harian pada tanggal 9 sampai 13 Januari 2021 sebesar 461 milimeter. Jadi, terdapat peningkatan 8 sampai 9 kali lipat curah hujan dari biasanya," kata Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Roy Rizali Anwar saat itu.
Dia mengungkapkan, tingginya curah hujan membuat volume air yang masuk ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Barito yang melintasi sejumlah wilayah di Kalsel melebihi kapasitas. "Volume air hujan yang masuk mencapai 2,8 miliar meter kubik. Padahal kapasitas kondisi normal hanya 238 juta meter kubik," ungkapnya.
Di Kabupaten Tanah Laut misalnya, Roy menuturkan, debit sungai di wilayah ini mencapai 645,56 meter kubik per detik. Sementara kapasitasnya cuma 410,73 meter per detik. "Sedangkan di Kabupaten Banjar, debit sungai 211,59 meter kubik per detik. Sementara kapasitasnya cuma 47,99 meter kubik per detik," tuturnya.
Lanjut dia, begitu pula sungai di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, saat banjir terjadi debitnya tercatat 333,79 meter kubik per detik. Padahal kapasitasnya hanya 93,42 meter kubik per detik.
Roy menyampaikan, dari analisis mereka, hujan deras dengan volume air besar seperti saat ini pernah terjadi pada 1928 silam di daerah tangkapan air Barabai.
"Kondisi saat ini bisa jadi merupakan periode ulang 100 tahunan," ucapnya ketika itu didampingi Kepala Bappeda Kalsel, Fajar Desira dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana.
Volume air hujan yang besar sendiri kata Roy, membuat drainase di sejumlah wilayah tidak mampu mengalirkannya. Sehingga banjir pun terjadi. "Daerah banjir juga berada pada titik pertemuan anak sungai yang cekungan dan morfologinya berupa lengkuk lereng. Sehingga, terjadi akumulasi air dengan volume yang sangat besar," paparnya.