Intensitas serangan buaya di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng kian tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Serangan buaya yang menewaskan Badaruzaman (53), warga Desa Parebok, Kecamatan Teluk Sampit menjadi ketiga kalinya dalam tahun ini. Lebih jauh lagi, sejak 2019, total ada 28 korban serangan buaya. Dari data yang ada ternyata Kecamatan Teluk Sampit menjadi wilayah tertinggi dalam serangan reptil purba tersebut. Hal ini diungkap Muriansyah, Komandan BKSDA Resort Sampit, Selasa (22/10/2024).
”Selama periode 2019 hingga 2024, kami mencatat sebanyak 28 kasus dugaan serangan buaya terhadap manusia. Dari jumlah tersebut, 22 orang terluka, dua orang meninggal, dan empat orang tidak mengalami luka,” ujarnya. Muriansyah menjelaskan, sebagian besar serangan terjadi pada malam hingga subuh, saat warga beraktivitas di sungai tanpa menyadari kemunculan buaya. ”Dari kasus yang terjadi, hampir 80 persen serangan terjadi di waktu malam hingga dini hari,” katanya.
Secara geografis, serangan buaya tersebar di berbagai wilayah Kecamatan Kotawaringin Timur. Kecamatan Teluk Sampit tercatat 10 serangan, Mentaya Hilir Selatan 9 serangan, Seranau 1 serangan, Pulau Hanaut 1 serangan, Cempaga 2 serangan, Mentaya Hilir Utara 2 serangan, dan Mentawa Baru Ketapang 3 serangan. Muriansyah mengimbau masyarakat yang tinggal di tepi sungai, terutama Sungai Mentaya, Cempaga, dan anak sungainya, agar lebih waspada saat beraktivitas, terutama pada malam hari.
”Buaya lebih aktif pada malam hari, dan pandangan kita terbatas. Saat ini juga masuk masa kawin dan bertelur buaya, sehingga mereka menjadi lebih agresif,” katanya. Untuk mencegah kemunculan buaya, Muriansyah mengimbau warga agar tidak membuang bangkai hewan ke sungai dan tidak membangun kandang ternak ayam atau bebek di tepi sungai. ”Buaya akan datang ke lokasi yang terdapat kandang ternak hewan dan mengincar hewan ternak. Usahakan agar tidak membuang sampah, bangkai hewan atau membangun kandang ternak ditepian sungai yang memancing kemunculan buaya,” katanya.
Saat air sedang pasang, buaya kerap muncul di dekat lanting bantaran sungai. ”Warga kami imbau tidak beraktivitas ditepi sungai tidak hanya saat hari sudah gelap, tetapi juga pada saat air pasang pergerakan buaya cepat dan dikhawatirkan menyerang warga, seperti yang dialami korban di Desa Parebok. Korban mandi malam saat kondisi air sungai sedang pasang,” katanya.
Terkait tindak lanjut atas kejadian serangan buaya yang menewaskan warga Parebok, pihaknya akan mendatangi lokasi kejadian dalam waktu dekat. ”Kami sudah mau ke sana untuk membantu menguburkan buaya yang mati ditombak warga. Tetapi, setelah dapat informasi, ternyata buaya sudah dikuburkan. Rencana kami ke sana diundur beberapa hari kedepan mendatangi keluarga korban bersama kades setempat,” katanya. (ang/hgn/ign)