Penertiban perusahaan perkebunan kelapa sawit oleh Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH) mengancam periuk nasi masyarakat. Pasalnya, lahan puluhan koperasi plasma perkebunan masuk areal yang disita satgas dari perusahaan. Mereka terancam kehilangan penghasilan, karena sampai saat ini belum ada kejelasan terkait lahan plasma mereka. Pemerintah masih fokus pada peralihan penguasaan lahan yang rencananya akan dikelola BUMN.
”Tentunya ini berdampak pada masyarakat, khususnya yang (lahan) koperasinya kena sitaan Satgas PKH. Karena dengan begitu koperasi tidak bisa lagi mengelola kebunnya kalau statusnya disita,” kata Muhammad Abadi, Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah Kotawaringin Timur (Kotim).
Baca Juga: Walhi Minta Penyegelan Lahan Sawit Dilakukan Transparan
Abadi berharap khusus lahan koperasi yang ikut disita ada kebijakan lain, meskipun ada syarat yang harus diurus lagi. ”Kami berharap pemerintah pusat punya alternatif untuk koperasi yang masuk daftar penertiban. Entah nanti menempuh mekanisme apa pun, yang pasti jangan sampai masyarakat yang terdampak besar,” tegasnya.
Menurut Abadi, banyak koperasi yang terdampak penertiban. Dia memperkirakan ada puluhan koperasi plasma yang masuk areal sitaan Satgas PKH. ”Cukup banyak koperasi plasma yang avalisnya PBS. Nah, ini harus ada solusi. Apa negara sewenang-wenang langsung mengambil dengan tidak mempertimbangkan aspek anggota yang menggantungkan hidupnya di sektor itu,” ujarnya.
Sementara itu, Satgas Garuda PKH terus melakukan penertiban dengan memasang papan sitaan di sejumlah areal perkebunan di Kotim. Kerja Satgas ditargetkan sampai akhir bulan ini dengan merampungkan penertiban di wilayah Kalteng ini. Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya mendukung penuh upaya penertiban tersebut. Dia juga mengingatkan masyarakat agar tidak memanfaatkan situasi dengan menjarah atau mengambil sawit di lahan yang dikuasai negara. ”Lahan hasil penertiban ini akan diserahkan ke PT Agrinas untuk dikelola secara profesional,” ujarnya. Halikinnor menjelaskan, langkah pemerintah mengambil alih lahan hanya sebatas perubahan manajemen pengelolaan yang sebelumnya dilakukan perusahaan, koperasi, atau perorangan. Dengan demikian, tidak akan ada pemutusan hubungan kerja bagi para pekerja atau buruh sawit.
”Pekerja tetap melanjutkan aktivitasnya. Pabrik tetap beroperasi. Hanya manajemen yang diambil alih oleh pemerintah, sehingga keuntungan dari hasil perkebunan ini akan masuk ke negara untuk kesejahteraan rakyat, bukan lagi ke perusahaan ilegal,” tegasnya. Ia juga meyakinkan para karyawan agar tidak khawatir, karena mereka tidak akan kehilangan pekerjaan, hanya pengelolanya yang berubah. ”Ini justru menguntungkan daerah dan akan membawa manfaat lebih besar bagi negara serta masyarakat,” katanya.
Komandan Satgas Garuda Mayjen TNI Yusman Madayun mengatakan, pemerintah telah mengantisipasi potensi dampak penertiban tersebut. Satgas bersama tim transisi menyiapkan langkah mitigasi untuk memastikan keberlanjutan usaha perkebunan dan perlindungan terhadap tenaga kerja. ”Satgas bekerja dengan penuh pertimbangan dan telah memikirkan dampak sosial serta ekonomi dari penyitaan lahan ini. Dengan adanya Tim Transisi, operasional perusahaan tetap berlangsung,” jelasnya, pekan lalu.
Masyarakat diharapkan tidak terprovokasi isu yang menyebutkan penyitaan tersebut akan berujung pada PHK massal. Pemerintah memastikan kebijakan ini telah dikaji secara matang agar tidak merugikan masyarakat, khususnya pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor perkebunan sawit. Meski demikian, hingga kini belum jelas mekanisme pergantian manajemen tersebut. Termasuk sistem lahan koperasi plasma yang ikut terimbas. Selama ini koperasi yang bermitra dengan perusahaan mengakomodir ribuan warga melalui sisa hasil kebun (SHK) yang diterima setiap bulan. (ang/ign)