• Senin, 22 Desember 2025

Kemarau di Kotim: Sumber Air Kian Mengering, Potensi Karhutla Meningkat

Photo Author
- Selasa, 19 Agustus 2025 | 09:20 WIB
PENANGANAN: Tim gabungan melakukan pemadaman di lahan yang terbakar. (Istimewa)
PENANGANAN: Tim gabungan melakukan pemadaman di lahan yang terbakar. (Istimewa)

 

Musim kemarau tahun ini menghadirkan ancaman besar. Rendahnya curah hujan membuat sumber air, seperti sungai kecil atau lainnya mulai mengering. Kondisi demikian meningkatkan potensi meluasnya kebakaran hutan dan lahan akibat sulitnya sumber pemadaman. Mengeringnya sumber air terjadi di saluran Sungai Teluk Tewah, Desa Luwuk Bunter. Bahkan, anak sungai yang terhubung ke Sungai Mentaya pun kering kerontang.

”Sudah beberapa hari ini sungai ini kering, tidak ada airnya. Ini ancaman, karena kalau ada api, sumber airnya tidak ada untuk memadamkan,” kata Puryanto, warga di kawasan saluran irigasi Desa Luwuk Bunter. Dia menuturkan, sejauh ini warga memilih menggali dan membuat sumur bor atau embung. Berharap hujan turun dalam waktu dekat ini. ”Kami berdoa semoga ada hujan, sehingga parit-parit kami airnya terisi dan embung penuh. Kami khawatir kalau kekeringan terus terjadi, rentan menyebabkan kebakaran hutan,” ujarnya.

Warga lainnya, Sarwino, memilih membuat embung dan sumur air. Bahkan, dia membuat ada sekitar 30 titik sumur yang dibuat di sekitar kebunnya. Hal itu dilakukan untuk sebagai antisipasi munculnya titik api. Upaya tersebut menguras dompetnya hingga jutaan rupiah. ”Kami bikin sendiri di semua sudut dan batas. Tidak kurang totalnya sekitar 30 sumur. Karena pengalaman sebelumnya, kalau musim kemarau, masalah utamanya adalah kekurangan air bersih,” katanya. Selain itu, dirinya bersama warga lainnya juga mempersiapkan alat pemadaman seadanya. Dia berharap ada bantuan pengadaan alat pemadam, meski dalam setiap pertemuan aspirasi itu belum bisa diakomodir. ”Padahal bencana karhutla ini sudah bisa dihitung dan diperkirakan, sehingga penanganannya pun harus terukur agar bisa dicegah dengan maksimal,” katanya. Lebih lanjut Sarwino menegaskan, kalaupun muncul titik api, bukan lagi dari para peladang tradisional yang dijadikan kambing hitam setiap tahunnya. ”Karena saat ini peladang sudah tidak ada lagi, khususnya peladang tradisional yang membuka lahan dengan pola lama sistem bakar,” katanya.

Sebelumnya, meningkatnya potensi karhutla membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim siaga penuh. Titik api yang muncul langsung direspons dengan pengerahan ’pasukan’ pemadam ke lapangan. Pada 29 Juli lalu, misalnya, BPBD Kotim melakukan penanganan kebakaran lahan di wilayah Kecamatan Baamang. Dalam sehari, tim dikerahkan dua kali ke titik berbeda yang sama-sama berada di kelurahan tersebut.

Kepala Pelaksana BPBD Kotim Multazam mengatakan, timnya melakukan pemadaman dalam waktu berbeda di sekitar Jalan Jaksa Agung Suprapto. ”Penanganan pertama dilakukan pada pukul 14.00 WIB dengan luas lahan terbakar sekitar 0,5 hektare. Sementara malam harinya, pukul 21.10 WIB, kami kembali ke lokasi berbeda di jalur yang sama dengan luas terbakar sekitar tiga hektare,” ujarnya, Rabu (30/7). Multazam mengimbau masyarakat waspada dan tidak melakukan aktivitas pembakaran lahan, terutama di musim kemarau seperti sekarang.

”Sekecil apa pun api bisa membesar dalam waktu singkat, terutama di lahan gambut. Kami minta kerja sama semua pihak untuk mencegah kebakaran,” tegas Multazam. (ang/ign)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X