SAMPIT- Tahun 2026 dipastikan menjadi masa pengetatan anggaran paling besar bagi Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Meski demikian, urusan pelayanan dasar dan kewajiban utama lainnya jangan sampai terabaikan di tengah penghematan.
Ketua DPRD Kotim Rimbun mengatakan, pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat membuat seluruh sektor terkena imbas.
Termasuk Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Di sisi lain, sektor mendasar dan urusan wajib harus menjadi prioritas utama dalam penggunaan anggaran. ”Kalau TPP pasti kena imbasnya tahun depan, kalau melihat dari angka pengurangan yang besar mendekati angka setengah triliun itu,” kata Rimbun, Selasa (14/10).
Dia menjelaskan, TPP ASN memiliki porsi cukup besar dalam APBD, sehingga kemungkinan besar akan dipangkas signifikan. Kondisi itu diperparah dengan pengurangan belanja di setiap OPD hingga mencapai 40 persen. ”Mau bagaimana lagi, karena memang anggaran dari pemerintah pusat sangat banyak dikurangi. Jadi daerah harus pandai mengatur anggaran supaya urusan pelayanan dasar tidak terabaikan,” ujarnya.
Selain TPP, beban anggaran juga bertambah akibat pengangkatan tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) baru. Pembiayaan gaji mereka, kata Rimbun, meningkat drastis dibanding saat masih berstatus honorer. ”Ya, tentu sampai tiga kali lipat dari gaji mereka saat masih honorer yang harus dianggarkan. Makanya, saya katakan tahun depan kita harus super berhemat,” tegasnya. Rimbun mengakui, ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer pusat masih sangat besar. Kondisi ini tidak hanya dialami Kotim, tetapi juga hampir seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.
Diketahui, belanja pegawai dalam APBD Kotim tahun 2025 mencapai Rp957,2 miliar. Dana tersebut mencakup gaji, tunjangan, dan honorarium. Proyeksi tahun 2026 diperkirakan meningkat karena adanya penambahan PNS dan PPPK baru. ”Untuk menyiasatinya, belanja pegawai supaya tidak terlalu besar, maka TPP ini kemungkinan akan dihitung kembali,” katanya.
Rimbun menambahkan, optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi fokus utama. Potensi yang ada di daerah perlu digali lebih dalam untuk menutup kebutuhan program yang tak lagi dapat dibiayai dari TKD. (ang)