SAMPIT – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit mendesak Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) segera membentuk instansi khusus untuk penanganan konflik antara manusia dan buaya. Desakan ini muncul setelah terjadi peningkatan drastis populasi buaya di wilayah selatan Kotim yang kini sering mendekati permukiman warga.
Kepala BKSDA Resort Sampit, Muriansyah, menegaskan bahwa situasi di beberapa wilayah seperti Teluk Sampit, Pulau Hanaut, dan Mentaya Hilir Selatan sudah cukup mengkhawatirkan.
Baca Juga: Hari Ketiga, Tim SAR Lanjutkan Pencarian Pemancing Diterkam Buaya di Sungai Kariangau, Balikpapan
“Kalau dulu buaya masih mudah dipantau di habitatnya, sekarang sudah menyebar dan jumlahnya makin banyak. Salah satu pemicunya pembukaan lahan untuk HTI yang membuat buaya berpindah ke sungai besar dan mendekati kawasan warga,” ungkap Muriansyah, Senin (21/7/2025).
Bukan Lagi Kewenangan BKSDA
Muriansyah menjelaskan, secara hukum, penanganan konflik buaya muara (Crocodylus porosus) di wilayah perairan kini tidak lagi menjadi kewenangan BKSDA.
Perubahan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 (revisi UU Nomor 5 Tahun 1990) yang menetapkan pengelolaan satwa liar di perairan kini menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Sejak Agustus 2024, buaya di wilayah perairan sudah menjadi kewenangan KKP, bukan BKSDA lagi. Masalahnya, di Kotim belum ada kantor KKP. Ini yang membuat kami berharap Pemkab bisa membentuk instansi atau tim khusus agar penanganan buaya tidak terabaikan,” tegasnya.
Meskipun secara aturan sudah lepas dari tanggung jawab mereka, BKSDA Sampit mengaku masih sering turun tangan membantu warga yang melapor, terutama karena alasan kemanusiaan.
“Kami masih turun karena alasan kemanusiaan. Kalau tidak, masyarakat tidak tahu harus minta tolong ke siapa. Setidaknya kami bisa bantu edukasi atau penanganan awal,” kata Muriansyah.
BKSDA juga mengingatkan bahwa meningkatnya konflik disebabkan oleh aktivitas manusia yang terlalu dekat dengan habitat satwa, seperti mandi, mencuci, atau membuang sampah di sungai. Muriansyah berharap Pemkab segera berkoordinasi dengan KKP agar ada kejelasan struktur penanganan konflik buaya di Kotim. (*)