ALFRED Russel Wallace, seorang ahli botani yang kali pertama memberikan julukan durian sebagai raja buah. Sebutan itu dituangkan dalam jurnalnya yang berjudul ‘On the Bamboo and Durian of Borneo’, 1856. Bukan isapan jempol belaka, terbukti hingga saat ini durian masih eksis terkenal sebagai raja buah dari hutan tropis.
Diolah dari buku DURIAN: Pengetahuan Dasar untuk Pecinta Durian, peradaban durian sudah bisa terlihat sejak ratusan tahun silam. Catatan paling awal tentang durian ditemukan melalui pahatan relief permukaan dinding batu Candi Borobudur. Tergambar relief pohon durian berada dalam satu bingkai bersama 11 perempuan kerajaan, tersirat pentingnya keberadaan durian di masa itu.
Candi yang dibangun tahun 775-820 Masehi ini menyimpan berbagai catatan mengenai kehidupan masa itu. Tak hanya durian, terlihat pahatan buah lain di antaranya mangga, nangka, duku, pisang, hingga kelapa. Bahkan memungkinkan jika pahatan relief durian ini merupakan salah satu catatan paling awal mengenai buah durian di dunia.
Peneliti buah-buahan mancanegara turut mengakui durian sebagai buah tropika tertua di dunia. Sebab, pahatan relief membuktikan sejak 1.300 tahun lalu, buah ini sudah dikenal masyarakat. Durian mendapat tempat terhormat di pekarangan kerajaan. Letaknya di halaman Istana Narmada, warisan raja-raja Bali di Lombok Barat. Penghormatan kepada durian bukan tanpa alasan, durian dianggap ampuh sebagai penyubur keturunan bagi perempuan agar mudah hamil.
Saat itu, bila sang raja ingin mengawini istrinya dan menghasilkan keturunan yang baik maka mereka akan berpesta durian. Dikenal sebagai buah panas karena kandungan zat gizi dan energi yang tinggi. Sehingga dengan bantuan durian, harapannya mendapat keturunan raja yang cukup gizi, nutrisi, dan cerdas yang pantas menjadi pewaris mahkota kerajaan.
Nama durian berasal dari istilah melayu duri. Buah ini memiliki ciri khas kulit yang dipenuhi duri tajam. Durian juga masih satu keluarga dengan pohon kapuk (bombacaceae), karakternya jatuh, dan pecahnya kulit buah yang sudah matang dari pohonnya. Habitatnya tersebar di Kalimantan, Sumatra, dan Semenanjung Malaya.
Berdasarkan jurnal dari Herbarium Bogoriense, 20 dari 29 spesies liar durian di dunia ditemukan di Indonesia. Ada pun 19 dari 20 spesies yang ada di Indonesia ditemukan di Kalimantan, 7 spesies di Sumatra, dan 1-2 spesies di Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Meski terdapat hingga 20 spesies, hanya 9 spesies termasuk durian yang dapat dikonsumsi (lihat grafis).
Kelezatan dan tampilan yang berbeda dari buah lainnya membuat durian terkenal hingga ke dunia barat sekitar 620 tahun yang lalu. Referensi awal yang mengenalkan durian ke Eropa adalah Niccolo Da Conti, saat dia melakukan perjalanan ke Asia Tenggara, yakni Sumatra pada abad ke-15. Dia berjumpa dengan orang-orang Sumatra yang memiliki buah hijau sebesar semangka bernama durian.
Buah ini memiliki daging buah tebal, cita rasa dan aroma unik menyerupai mentega. Belum lagi aroma yang menyengat tajam. Sementara itu di Indonesia, durian melalui proses budi daya selama berabad-abad di tingkat desa. Meski belum diketahui pasti sejak kapan, diperkirakan durian berkembang menjadi komersial sejak pertengahan abad ke-18. Saat raja-raja Mataram memperoleh sajian durian setiap perayaan kerajaan.
TAK SEMUA MANIS
Ketika berbicara mengenai durian, pasti yang terlintas adalah buah yang memiliki ciri khas. Di antaranya buah berwarna hijau, berdaging tebal dan lembek berwarna putih atau krem, berduri, serta berbau menyengat. Padahal tidak semua spesies durian memiliki pakem ciri khas tersebut. Ada pula durian yang buahnya berwarna merah dan kuning, berduri lentur, beraroma lembut, hingga pahit.
Sejauh ini dari 29 spesies durian, hanya beberapa yang bisa dikonsumsi manusia. Sisanya ada yang tidak beracun, namun tidak enak di lidah. Spesies yang paling enak dan dibudidayakan secara luas adalah durian zibethinus (durian biasa). Durian ini terpampang di segala tempat mulai dari pasar tradisional, eceran pinggir jalan, hingga pasar modern.
Selain zibethinus, apa saja durian yang bisa dikonsumsi? Berikut ini penjelasan beberapa spesies yang biasa ditemukan atau komersial.
Pertama, Lai (kutejensis). Spesies ini bisa ditemukan hampir di seluruh Kalimantan yang dikenal dengan nama pampaken. Sementara di Serawak dikenal sebagai nyekak dan Brunei menyebutnya pulu. Ciri khas lai dari pohon yang lebih pendek dan kokoh daripada zibethinus.
Warna dan ukurannya berbeda. Lai memiliki buah yang lebih kecil sampai sedang dengan ukuran 0,8-1,5 kilogram. Kemudian bertangkai pendek, berwarna kuning, berkulit tipis, dan kulitnya yang tidak tajam. Daging buahnya berwarna kuning, oranye, dan merah. Teksturnya lembut dan padat, tidak lembek.