GOWA – Hujan deras disertai angin kencang Senin hingga Selasa siang (22/1) membuat 53 kecamatan di sembilan kota/kabupaten di Sulawesi Selatan terendam. Banjir disertai longsor menyebabkan delapan orang meninggal dunia, empat hilang, dan ribuan warga mengungsi.
Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, bahwa sekitar 10.021 hektare sawah terendam. ”Korban meninggal dunia ditemukan di Jeneponto lima orang dan Gowa tiga orang. Sedangkan korban hilang terdapat di Jeneponto tiga orang dan Pangkep satu orang,” jelas Sutopo kemarin (23/1).
Sutopo mengatakan, banjir akibat hujan deras membuat beberapa sungai meluap. Beberapa di antaranya Sungai Topa, Allu, Bululoe, Tamanroya, Kanawaya, dan Tarowang. Evakuasi, pencarian, penyelamatan, dan distribusi bantuan masih terus dilakukan. Banyak warga yang mengungsi sementara di atap rumah sambil menunggu dievakuasi.
”Tim SAR gabungan dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, SKPD, PMI, Tagana, relawan dan lainnya saat ini melakukan penanganan darurat,” kata Sutopo.
Gelombang pasang yang menerjang sepanjang pesisir Sulsel juga berkontribusi menyebabkan sungai-sungai meluap. Adapun sembilan kabupaten/kota yang dilanda banjir, yakni Jeneponto, Gowa, Maros, Soppeng, Barru, Wajo, Bantaeng, Pangkep, dan Makassar.
Hingga kemarin pukul 14.00 WIB banjir masih meluas di mana-mana. Di Jeneponto, banjir melanda 21 desa di 10 kecamatan, yaitu Arungkeke, Bangkala, Bangkala Barat, Batang, Binamu, Tamalatea, Tarowang, Kelara, dan Turatea dengan ketinggian antara 50-200 sentimeter.
Di Makassar, banjir melanda 14 kecamatan, yaitu Biringkanaya, Bontoloa, Kampung Sangkarang, Makassar, Mamajang, Manggala, Mariso, Pankkukang, Rampocini, Tallo, Tamalanrea, Tamalate, Ujung Pandang, dan Ujung Tanah. ”Sekitar 1.000 jiwa warga mengungsi. Banjir juga disebabkan hujan deras kemudian sungai-sungai yang bermuara di Makassar meluap,” jelas Sutopo.
Sementara di Gowa, banjir melanda tujuh kecamatan, yaitu Somba Opu, Bontomarannu, Pattallassang, Parangloe, Palangga, Tombolango, dan Manuju. Selain hujan deras, kata Sutopo, banjir juga disebabkan dibukanya pintu Waduk Bili-Bili karena debit air terus meningkat. ”Untuk mengamankan waduk maka debit aliran keluar dari Waduk Bili-Bili ditingkatkan,” kata Sutopo.
Tercatat 2.121 orang mengungsi yang tersebar di 13 titik pengungsian di seluruh Gowa. Lebih dari 500 unit rumah terendam banjir setinggi 50–200 sentimeter. Banjir juga menyebabkan dua jembatan rusak berat, yaitu Jembatan Jenelata di Desa Moncong Loe Kecamatan Manuju dan jembatan di Dusun Lemoa Desa Pattallikang Kecamatan Manuju.
”Hujan deras juga memicu longsor di beberapa tempat sehingga menutup jalan dan merusak beberapa rumah,” kata Sutopo.
Di Marros banjir melanda 11 kecamatan. Lebih dari 1.400 orang mengungsi. Pendataan masih dilakukan. Listrik padam sehingga komunikasi juga putus. Posko BNPB terus berkoordinasi dengan Pusdalops BPBD. “Kami masih melakukan pencarian korban hilang. Di lokasi juga masih terjadi hujan, sehingga menyulitkan pencarian,” pungkas Sutopo.
Sementara itu, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, terus melakukan pemantauan secara intensif terhadap elevasi air Bendungan Bili-Bili yang di Kabupaten Gowa.
BBWS Pompengan melaporkan peningkatan tinggi muka air (TMA) bendungan diakibatkan curah hujan ekstrem yang terjadi sejak Senin malam (21/1) di Gowa dan sekitarnya.
Pada Senin hingga Selasa pukul 07.00 Wita, status bendungan dinyatakan normal dengan ketinggian muka air sekitar 99,5 meter. Baru sekitar pukul 12.45, muka air meningkat menjadi 101,38 meter dengan status waspada.
BBWS Pompengan Jeneberang lantas melayangkan laporan awal soal kondisi TMA Bendungan Bili-Bili kepada gubernur Sulsel, wakil gubernur Sulsel, bupati Gowa, Kodam, dan Polres Gowa. Serta memperingatkan bahwa apabila terjadi peningkatan status dari waspada menjadi siaga, maka masyarakat harus segera bersiap terhadap dampak bukaan pintu saluran pelimpah.