• Senin, 22 Desember 2025

Nelayan Tak Berkutik Hadapi Kekuatan Modal Pengepul

Photo Author
- Selasa, 8 Desember 2020 | 12:00 WIB
Nelayan menunjukan lobster hasil tangkapan.
Nelayan menunjukan lobster hasil tangkapan.

Kepala Dinas Perikanan Pesisir Barat Armen Qodar mengatakan, aktivitas penangkapan benur ilegal di wilayahnya memang sudah berlangsung lama. Bahkan, saat era Menteri KP Susi Pudjiastuti melarang penangkapan benur dan lobster, nelayan di Pesisir Barat tetap melakukan aktivitas terlarang itu. ”Di sini itu zona merah (penangkapan benur ilegal),” paparnya saat ditemui Jawa Pos.

Meski begitu, saat ini sudah ada 15 perusahaan yang tercatat tengah mengajukan permohonan izin pengelolaan lobster sesuai dengan Permen KP Nomor 12 Tahun 2020. Perusahaan-perusahaan itu akan beroperasi di wilayah yang bersebelahan dengan Taman Nasional Bukit Barisan (TNBB) tersebut. Selain itu, pemerintah daerah setempat sedang mengajukan permohonan izin tangkap benur untuk ribuan nelayan di sana.

Sementara di Bengkulu, tepatnya di Kabupaten Kaur, aktivitas penangkapan benur menurun drastis. Penurunan itu merupakan imbas keluarnya Surat Edaran (SE) Nomor B. 22891/DJPTPL/XL/2020 tentang penghentian sementara penerbitan surat penetapan waktu pengeluaran (SPWP) pada 26 November lalu atau setelah KPK menangkap Edhy.

Masdi, seorang pengepul benur di Pasar Lama, Kaur Selatan, Bengkulu, mengatakan, pengiriman baby lobster nyaris mandek total sejak terbitnya aturan itu. Meski begitu, pihaknya tetap menampung benur hasil tangkapan nelayan. ”Karena kasihan kalau nggak ditampung, mereka juga butuh makan,” ujar Masdi saat ditemui di rumahnya.

Beda dengan Krui, pengepul di Kaur lebih terbuka. Sebab, mereka mengantongi surat penunjukan dari perusahaan ekspor resmi. Masdi, misalnya, ditunjuk PT Dua Putera Perkasa sebagai penanggung jawab dan koordinator usaha lobster dan benur untuk wilayah Kaur, Bengkulu. ”Nelayan di sini juga punya izin tangkap (benur),” tuturnya.

Dikonfirmasi mengenai persoalan ekspor benur dan budi daya lobster, Dirjen Perikanan Budi Daya KKP Slamet Soebjakto dan Plt Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini Hanafi tak merespons. Jawa Pos telah menghubungi melalui pesan singkat, baik SMS maupun WhatsApp, beberapa kali, tapi tak ada jawaban sama sekali. Padahal, terlihat bahwa pesan terkirim dengan adanya centang dua.

Upaya untuk menelepon secara langsung juga tidak membuahkan hasil. Saat menghubungi Slamet, misalnya, nomor diketahui sedang tidak aktif. Sementara itu, Zaini tidak mengangkat teleponnya.

Pengamat kelautan dan perikanan dari Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, saat ini merupakan momentum untuk melakukan reformasi terkait budi daya lobster. Pemerintah diharapkan mencabut Permen KP 12/2020. Sebab, peraturan itu telah terbukti merugikan banyak pihak, khususnya pembudi daya lobster.

Namun, bilamana itu sulit direalisasikan karena berkenaan dengan marwah organisasi kementerian, bisa diambil opsi selanjutnya. ”Opsi berikutnya yang mungkin dilakukan, direvisi,” tegasnya.

Dia meminta seluruh aturan yang berhubungan dengan ekspor benur dicabut. Kemudian, dimasukkan klausul peta jalan budi daya lobster dalam negeri.  Bila aturan ekspor dihilangkan, bagaimana nasib puluhan perusahaan yang telah ditetapkan sebagai eksporter? Menurut dia, mereka masih boleh mengekspor, tapi dengan ketentuan tertentu. Misalnya, aturan berat benur harus minimal 150–200 gram. Dengan begitu, budi daya betul-betul bisa dijalankan dan tidak merusak iklim usaha lobster di dalam negeri.

”(Kembali ke aturan lama?) iya. Tidak ada masalah dengan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 yang ditetapkan menteri sebelumnya,” paparnya. Karena sejatinya, ekspor pun tidak sepenuhnya dilarang. Hanya ada ketentuan yang mewajibkan agar benur yang dijual ke luar negeri memiliki bobot minimal 200 gram. ”Itulah bentuk keseriusan budi daya di dalam negeri,” sambungnya. 

Disinggung terkait pernyataan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Halim menyayangkannya. Pernyataan tersebut justru menunjukkan arogansi kekuasaan. Luhut dinilai mengabaikan banyak fakta kejanggalan yang terjadi maupun yang belum terjadi soal ekspor benur. Sehingga masih membuka peluang untuk melanjutkan kebijakan ekspor benur. Padahal, sudah sangat jelas bahwa banyak indikator ketidakberesan sejak awal.

Dia menjabarkan, pertama, terkait prosedur pembolehan aturan tersebut tidak memiliki dasar. Dalam UU Perikanan 45/2009 secara jelas disebutkan bahwa kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan).

Jika mengacu pada kajian komnas yang diterbitkan pada 2017, sejatinya telah dijabarkan bahwa sebagian besar potensi pemanfaatan benih lobster dan lobster besar di perairan Indonesia berada pada posisi kritis. Tercatat, 6 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) berada pada zona merah (over exploited) dan 5 lainnya pada zona kuning (fully exploited).

Pada zona kuning bisa dimanfaatkan, tapi dengan pengawasan yang sangat ketat. Sementara itu, merah tidak boleh sama sekali. ”Nah, yang dilakukan Pak Edhy justru mengabaikan fakta tersebut dan membuat kajian sendiri sehingga ekspor bisa dilakukan,” keluhnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X