Selanjutnya, bila ditelisik lebih dalam mengenai perusahaan yang terlibat dalam ekspor benur, mayoritas tak memiliki riwayat dalam upaya pembudidayaan lobster. Bisa dibilang, legalisasi ekspor melalui ketetapan budi daya hanya isapan jempol.
Padahal, jika memang Permen KP 12/2020 lebih ditujukan untuk budi daya, perusahaan yang terlibat ekspor benih lobster harus sudah memiliki riwayat keberhasilan budi daya lobster minimal dua kali berkelanjutan.
Halim juga menyinggung soal klaim pendapatan negara yang bisa diperoleh dari ekspor benur itu. Dia mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut tidak sepadan. Sebab, jika mengacu pada aturan yag berlaku, nilai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ekspor itu tidak besar. Hanya Rp 250 per 1.000 ekor benur. Dengan begitu, untuk 42 juta ekor benur yang diekspor ke tiga negara, nilai PNBP hanya sekitar Rp 10 juta. (*/c7/ttg)